Mendatangkan Sukacita Sejati kepada Dunia

Hal ini merupakan suatu sentimentalisme, jalan-jalan pintas emosional yang kami ambil untuk mencoba dan menghidupkan kembali kenangan yang berarti. Lagu-lagu Natal, cahaya lilin, aroma pinus ... semuanya menjadi ikon, pintu gerbang yang melaluinya kita berusaha untuk melarikan diri dengan cepat ke dunia yang lebih baik, sesuatu yang tidak dipudarkan oleh pengalaman yang buruk, kekacauan relasi, utang, kehilangan, atau penyesalan.

Tinggalkanlah konsumerisme di dalamnya, dan hal itu tidak akan terdengar seperti sesuatu yang buruk. Dunia menginginkan lebih banyak sukacita, kedamaian, terang, dan canda tawa, bukan? Bukankah orang Kristen harus berada di tengah-tengah semuanya ini? Bukankah itu adalah bagian dari Kabar Baik?

Akan tetapi, kita lupa bahwa kenangan itu selektif, artinya, melalui sebagian besar hari libur keluarga, orang-orang mungkin beralasan, sakit, berpura-pura, atau menyakiti. Kita lupa bahwa dunia ini tidak bisa, "tidak bisa", memberikan kita kedamaian yang melampaui segala pengertian. Di tengah-tengah kesibukan, keletihan, dan kesedihan kita, penangkapan Natal menjadi jalan pintas yang melaluinya kita berusaha membangun "sukacita" yang sulit dipahami, yang tidak pernah dapat diberikan oleh dunia ini.

Seandainya aroma roti jahe saja dapat mendatangkan sukacita kepada dunia, untuk apa kita memerlukan Yesus?

"Musuh terdalam kekristenan bukanlah ateisme, melainkan sentimentalitas," kata teolog terkenal, Stanley Hauerwas. Membutuhkan waktu yang lama bagi saya untuk memahami apa yang ia maksud. Namun, saya pikir saya mulai memahaminya. Apabila aroma roti jahe saja dapat mendatangkan sukacita kepada dunia, untuk apa kita membutuhkan Yesus?

Saya sudah mulai mendengarkan album kompilasi Natal terbaru milik Over the Rhine yang berjudul "Blood Oranges in the Snow". Over the Rhine adalah sebuah band yang peduli tentang apa arti sebenarnya hari-hari libur tersebut, tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Mereka menyadari bahwa segala sesuatu keras, berkala, dengan sedikit keindahan dari nada yang mendayu-dayu "Let It Fall" ("whatever we’ve lost / I think we’re gonna let it go / let it fall / like snow" -- apa pun yang telah hilang / kurasa kita akan membiarkannya berlalu / biarkanlah itu jatuh / seperti salju -- Red.) untuk lagu "Betlehem" mereka yang menggugah (Mary, she was just a kid / Jesus was a refugee / a virgin and a vagabond / yearning to free -- Maria, ia hanyalah seorang anak / Yesus adalah seorang pengungsi / seorang gadis dan pengembara / berusaha untuk merdeka -- Red.) Lirik ini bukanlah pembayaran untuk Natal Anda yang ceria, bukan juga pemicu kenangan sentimental yang biasanya saya suka. Mereka jujur. Jika Hauerwas tidak cukup meyakinkan, orang-orang lugu seperti saya memerlukan Over the Rhine.

Inilah album yang terngiang di kepala saya ketika saya kembali setelah mengunjungi seorang teman yang sedang bermasalah baru-baru ini. Suami pendeta saya dan saya menemuinya 4 tahun yang lalu ketika ia masih tinggal di tempat penampungan gelandangan kota. Ia dan tunangannya kadang-kadang mengunjungi gereja kami, tetapi mereka menurunkan radar, seperti yang sering kali dilakukan oleh pengungsi tetap. (t/S. Setyawati)

Diterjemahkan dari:

Nama situs : Christianity Today
Alamat URL : http://www.christianitytoday.com/women/2014/december/bringing-true-joy-t...
Judul artikel : Bringing True Joy to the World
Penulis artikel : Tidak dicantumkan
Tanggal akses : 3 Juli 2015