Pembuktian Yesus lahir 25 Desember

Lebih dari 5 milyar orang tahu bahwa Natal Yesus Kristus jatuh pada 25 Desember. Sebagian orang menerima begitu saja tanpa pernah bertanya dasar ayatnya, sebagian lagi menolak dengan berjuta alasan. Walau terkesan kontras, kedua jenis golongan tersebut punya satu kesamaan: keduanya tidak tahu bahwa perhitungan tanggal Natal 25 Desember didasarkan pada Alkitab dan juga tidak tahu bahwa Natal Yesus Kristus telah diperingati oleh umat Kristus abad 1 Masehi hingga 3 Masehi, ratusan tahun sebelum konsili Nicea 1 tahun 325 Masehi dan ratusan tahun sebelum Konstantin lahir.

Confusing Face

Sebagai pengikut Kristus, kabar baik tentang kelahiran Kristus sebagai Juru Selamat menjadi hal yang akrab dan lumrah di telinga. Sayangnya, hal yang akrab dan lumrah justru terkadang lupa untuk dihayati dan dihargai.

Pada satu sisi, ada orang yang mengaku-ngaku umat Kristus, namun merayakan Natal dengan cara yang salah (pesta-pora dan minuman keras), sehingga kehilangan makna Natal yang sesungguhnya. Sementara, di sisi lain, ada pula orang yang mengaku-ngaku umat Kristus namun justru tak mau peduli dengan Natal. Jenis umat Kristus yang terakhir disebut ini punya beberapa dalil keliru untuk menolak Natal 25 Desember. Dalil-dalil keliru tersebut berawal dari abad 16-18 Masehi, saat filsafat liberalisme merembes masuk ke dalam theologi.

Selama 4 abad terakhir, tanggal kelahiran Yesus memang menjadi polemik yang kerap diperdebatkan. Sejumlah dalil keliru muncul di permukaan (lihat buku "Natal 25 Desember", halaman 35). Ada yang berkata 25 Desember diadopsi dari upacara pemujaan terhadap dewa matahari. Ada juga yang berkata Yesus tidak mungkin lahir 25 Desember lantaran Desember adalah musim dingin. Golongan ini mengira musim dingin di Bethlehem seperti musim dingin di Eropa dan Amerika Utara dengan salju-salju tebalnya. Ini kesalahan kecil yang berakibat besar. Mereka tidak pernah sadar bahwa Betlehem berada di Palestina, bukan di Eropa dan bukan pula di Eropa. Dengan melihat peta, kita dapat melihat bahwa Betlehem berada di sebelah barat padang gurun Arab yang terkenal panas itu.

Tanggal 25 Desember mulai digugat ketika filsafat sekularisme dan liberalisme mulai merebak di Eropa (di kemudian hari juga Asia, termasuk Indonesia) dengan argumen-argumen yang seolah-olah benar, padahal nol besar. Pertama kali gugatan terhadap 25 Desember muncul pada abad 16 Masehi di Jerman. Pada abad 19 M atau periode 1800-an, teori tersebut sudah jadi seperti yang kita kenal sekarang. Tidak ada perubahan signifikan dalam 1 abad terakhir dalam teori anti Natal 25 Desember itu.

Ada pula orang yang mengaku-ngaku umat Kristus namun justru tak mau peduli dengan Natal.


Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Teori anti Natal 25 Desember didasarkan pada asumsi intelektualitas abad 16 Masehi atau tahun 1500-an. Contoh, asumsi iklim Palestina mirip dengan iklim Eropa. Itulah sebabnya ketika kita membaca buku-buku anti Natal 25 Desember langsung terbayang kondisi musim dingin Eropa, bukan musim dingin Palestina. Asumsi ini dapat dipahami, mengingat ilmu pengetahuan klimatologi abad 16 M belum berkembang.

Anehnya, orang-orang yang merasa diri cerdas, pintar, dan kritis pada abad 21 ini tidak mengenali asumsi tersebut dan memeluk erat-erat teori anti Natal 25 Desember tanpa pernah tahu bahwa asumsi dasar teori tersebut telah terbukti salah besar. Tentang orang-orang tipe ini dapat kita baca di berbagai forum debat kusir di internet.

Diambil dari:
Nama situs : SABDA Space
Alamat URL : http://www.sabdaspace.org/node/10788
Penulis artikel : Tidak dicantumkan
Tanggal akses : 15 Mei 2019