Natal Adalah Bagi Mereka yang Paling Membencinya
Karena Palungan Adalah Tempat yang Paling Memberi Harapan dalam Semesta
Kita sekarang terbiasa mendengar tentang bagaimana sulitnya merayakan natal bagi banyak orang. Cerita tentang Scrooge dan masalah "ahem"-nya (tokoh dalam cerita klasik Natal karangan Charles Dickens, red.) di saat ini tidak lagi bersifat lelucon. Sekarang, itu bersifat umum dalam diskusi. Mungkin, memang seperti itu sejak dulu. Mungkin, sukacita Natal selalu menjadi duri di sisi orang-orang yang hampir tidak dapat membayangkan kegembiraan.
Baru-baru ini, saya mendengar dari seseorang tentang betapa sulitnya merayakan natal karena adanya hati yang hancur dalam sebuah keluarga. Ada ungkapan keputusasaan dan kehancuran. Natal akan sulit dinikmati karena luka yang terjadi masihlah baru. Itu telah menjadi sebuah kisah yang sulit untuk dilupakan.
Saya mengerti. Maksud saya, hal itu masuk akal mengingat Natal merupakan waktu ketika banyak keluarga besar berkumpul, sehingga Natal dapat menjadi sesuatu yang bersifat menekan, bahkan dalam situasi yang terbaik sekalipun. Bergerak menghindari ranjau darat dalam rupa berbagai kepribadian dapat terasa sulit, meskipun tidak ada kanker, perceraian, ataupun "kursi kosong di meja". Sesuatu yang menjadikan Natal sebagai saat yang paling indah sepanjang tahun itu, juga dapat menjadikannya sebagai saat yang paling brutal di tahun yang sama. Keluarga saya sendiri belum kebal terhadap fenomena ini.
Belajarlah Lagi Melalui: Adven: Juru Selamat bagi Semua Orang
Akan tetapi, izinkan saya sedikit menarik kembali gagasan ini, dengan lembut. Saya rasa kita semua telah memahaminya secara terbalik. Kita telah membenamkan gagasan ini ke dalam kesadaran budaya kolektif kita bahwa Natal hanyalah untuk orang-orang yang bahagia, yaitu bagi mereka yang memiliki situasi keluarga yang ideal, yang menikmati kebersamaan di sekitar taburan impian natal. Natal adalah bagi orang-orang sehat, yang mudah tertawa, yang semuanya berada pada saat yang tepat, bukan? Orang-orang yang berhasil dan yang rupawan, yang tinggal di pinggiran kota kebahagiaan, yang dapat dengan mudah menikmati liburan Natal. Mereka tidak akan tersesat di jalan karena GPS yang mereka dapatkan tahun lalu. Mereka berseri-seri setelah menonton film Natal klasik, meringkuk di sofa sebagai sebuah keluarga di depan televisi layar datarnya. Kita hidup dan bertindak seolah-olah ini adalah tentang siapa yang seharusnya menikmati Natal.
Tetapi, ini terbalik. Natal -- sebuah kisah hebat tentang penjelmaan Sang Penyelamat -- adalah bagi semua orang, terutama bagi mereka yang butuh untuk diselamatkan. Yesus lahir sebagai bayi untuk ikut merasakan rasa sakit dan mengalami kelemahan-kelemahan kita. Yesus dijadikan sama seperti kita supaya dalam kebangkitan-Nya, kita dapat dijadikan seperti Dia, bebas dari perasaan takut akan kematian dan rasa sakit akibat kehilangan. Para penyembah Yesus yang mula-mula tidak berasal dari orang-orang kelas atas. Mereka miskin, gembala-gembala yang kumal, yang diterpa oleh kehidupan dan pekerjaan berat. Mereka telah dipandang rendah oleh banyak orang.
Yesus datang bagi mereka yang bercermin dan melihat keburukan. Yesus datang bagi anak-anak perempuan yang tidak pernah mendapat pujian "cantik" dari ayah mereka. Natal adalah bagi mereka yang pergi dengan "sayap malam" sendirian. Natal adalah bagi mereka yang hidupnya telah dihancurkan oleh kanker, yang berpikir bahwa mengalami Natal selanjutnya adalah impian yang mustahil. Natal adalah bagi mereka yang merasa bukan siapa-siapa dan akan merasa kesepian jika tanpa jejaring sosial. Natal adalah bagi mereka yang pernikahannya telah berbelok menabrak dinding penahan, dan terancam terhempas ke tepi jurang. Natal adalah bagi anak laki-laki yang selalu diberikan peralatan berburu oleh ayahnya walaupun ia menginginkan peralatan kesenian. Natal adalah bagi para perokok yang tidak dapat berhenti bahkan ketika mereka telah divonis dengan kematian. Natal adalah bagi para pelacur, pezina, dan bintang-bintang porno yang merindukan cinta tetapi di tempat yang salah. Natal adalah bagi para mahasiswa yang duduk di tengah-tengah keluarga tetapi sudah tidak sabar untuk pergi dan mabuk-mabukan di luar. Natal adalah bagi mereka yang tersendat di tengah hancurnya impian. Natal adalah bagi mereka yang telah menyia-nyiakan nama keluarga dan keberuntungan mereka, yang menginginkan "rumah" tetapi tidak dapat membayangkan sebuah penerimaan yang ramah. Natal adalah untuk orang-orang tua yang menyaksikan pernikahan anak-anak mereka jatuh ke dalam kekacauan.
Natal adalah sungguh-sungguh tentang Injil anugerah bagi para pendosa. Karena semua hal yang telah dilakukan Kristus di kayu salib, palungan menjadi tempat yang paling penuh harapan bagi semesta yang telah digelapkan oleh keputusasaan. Dalam ironi di atas segala ironi, Natal adalah bagi mereka yang paling sulit untuk menikmatinya. Natal adalah sungguh-sungguh bagi mereka yang paling membencinya.(t/ N.Risanti)
Diambil dari:
Nama situs | : | Christianitytoday |
Alamat URL | : | http://www.christianitytoday.com/biblestudies/articles/spiritualformatio... |
Judul asli artikel | : | Christmas Is for Those Who Hate It Most Because the manger is the most hopeful place in a universe |
Penulis artikel | : | Matt B. Redmond |
Tanggal akses | : | 22 Oktober 2013 |