Berbahagialah Orang yang Membawa Damai
Renungan Natal (Sebastian)
Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Matius 5:9
Pada saat kita berdamai dengan Allah dan memiliki damai Allah di dalam hati kita, kita akan dapat membawa damai kepada sesama. Tetapi bagaimana cara kita memiliki perdamaian dengan Allah?
Kejatuhan awal manusia dalam dosa mengakibatkan terpisahnya manusia dari hadirat Allah yang kudus. Ketika kita hidup (berusaha hidup) tanpa Allah, maka sesungguhnya kita sedang berperang dengan Dia. Oleh karena itu kita membutuhkan perjanjian damai dengan Allah. Rekonsiliasi dibutuhkan karena hubungan manusia dengan Allah telah rusak. Untuk itulah Yesus Kristus lahir, menjembatani hubungan manusia yang telah rusak dan membawa rekonsiliasi antara Allah dengan manusia.
"Sebab itu, kita yang dibenarkan oleh iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus." (Roma 5:1). Oleh iman akan Yesus Kristus, Dia membuat segalanya dalam diri kita menjadi baru. Kesalahan diampuniNya. Kerusakan menjadi kesempurnaan. Perang menjadi kedamaian.
Lalu bagaimana selanjutnya untuk memiliki perjanjian damai dengan Allah? Jawabannya adalah bukan dengan berjanji bahwa kita akan menjadi baik atau dengan berusaha hidup sempurna. Karena kita tidak mungkin tidak dapat berbuat salah. Alkitab berkata: "Oleh iman akan Yesus Kristus." Dengan iman, iman oleh karena anugerah.
Jika kita belum memiliki perjanjian damai dengan Allah, maka segeralah berusaha untuk memilikinya karena suatu hari kelak kita harus berhadapan dengan Dia. Kita memerlukan perdamaian dengan Allah sebelum kita dapat membawa damai kepada sesama. Adalah menjadi tugas kita untuk membagikan damai tersebut setelah kita memiliki perjanjian damai dengan Allah. Dengan membawa damai, kita juga melakukan pelayanan rekonsiliasi, sehingga damai yang kita miliki juga dapat turut dirasakan oleh orang lain. Ketika hubungan yang rusak dipulihkan, ketika seorang istri kembali hidup bersama dengan suaminya, ketika seorang anak yang dendam kembali kepada orangtuanya, itulah indahnya rekonsiliasi.
Ketika Yesus Kristus lahir di tengah dunia, malaikat-malaikat menyatakan bahwa kehadiranNya membawa damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepadanya. "Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." (Lukas 2:13-14).
Patut disadari bahwa damai sejahtera yang hadir ke tengah dunia tersebut tidak dapat diperoleh oleh manusia yang tidak berkenan kepadaNya. Sehingga menjadi tugas kita, umat yang telah diperdamaikan dengan Allah, untuk menjadi duta perdamaian. Memperkenalkan Kristus kepada sesama, sehingga mereka juga dapat berdamai dengan Allah, untuk selanjutnya juga turut menjadi duta pembawa damai kepada sesama manusia.
Jika kita sadar bahwa kita adalah pembawa damai, maka sudah sewajarnya kita tidak lagi menjadi pembawa masalah baik di rumah, kantor, maupun sekolah. Kita akan membangun, bukan menjatuhkan, menyatukan bukan memisahkan, mengasihi seperti Yesus mengasihi manusia.
Menjadi duta besar untuk perdamaian, bukan perdamaian yang semu, temporer dan hanya berlaku sementara di dunia saja, tetapi lebih luas dan dalam daripada itu. Adalah tugas kita untuk menyampaikan kabar baik bahwa Kristus telah hadir di tengah-tengah kita, membawa kedamaian antara Allah dengan manusia. Melakukan pelayanan rekonsiliasi dalam hati kita, hidup kita, rumah kita, kepada rumah tangga yang hancur, kepada sesama kita, di dalam politik pemerintahan, dalam kota kita tercinta, Indonesia, hingga ke seluruh dunia. (bersambung ke bagian 2 - Duta Pembawa Damai)
Judul: Duta Pembawa Damai (1)
Nama Penulis: Sebastian