Asal Usul Kado Natal
Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem dan bertanya-tanya: "Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia." Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Merekapun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur. (Mat 2:1-2, 11)
Bahkan saat ini semua pun tahu bahwa emas adalah harta yang paling diburu di dunia. Saat kelahiran Kristus, bisa jadi logam mulia ini jauh lebih berharga. Persembahan emas menunjukkan bahwa hadiah itu sangatlah penting. Orang yang menerimanya adalah orang yang dikasihi atau orang yang terkemuka. Tidak pernah terdengar kabar bahwa ada orang yang memberikan emas kepada bayi, kecuali jika bayi itu adalah seorang raja. Ketiga orang majus ini pastinya telah diberikan pemahaman ilahi tentang masa depan Yesus sehingga mereka tergerak mempersembahkan hadiah tersebut kepada Sang Anak. Mereka pasti tahu bahwa emas akan digunakan untuk membantu pekerjaan terpenting dalam dunia.
Orang majus yang mempersembahkan kemenyan membawa simbol penting penyembahan. Peristiwa ini menandakan bahwa Anak ini adalah tokoh utama dalam rencana Allah. Pada masa kelahiran Yesus, pohon kemenyan ini dianggap sangat suci sehingga hanya orang dengan hati dan pikiran yang murnilah yang bisa mendekati pohon ini. Orang majus itu pasti tahu bahwa pohon ini akan digunakan untuk menyambut Kristus. Kemenyan terbuat dari getah pohon dan digunakan sebagai bahan dari minyak untuk peminyakan suci yang bersifat religius. Kemenyan juga dibakar dalam persembahan khusus. Orang majus itu pasti percaya bahwa kemenyan itu menandakan misi Kristus dalam dunia.
Mur, damar yang digunakan dalam upacara-upacara pemakaman, sangatlah langka dan mahal. Mur adalah persembahan terunik dari ketiga persembahan orang majus lainnya. Jika diberikan pada masa sekarang, persembahan ini sama seperti memberikan peti mati sebagai hadiah untuk perayaan selamatan seorang anak. Mengapa "bumbu kematian" yang harum terseut diberikan bersamaan dengan emas dan kemenyan? Tidak disebutkan dalam Alkitab. Akan tetapi, banyak orang percaya bahwa persembahan ini adalah tanda bahwa orang-orang majus mengerti rahasia kehidupan, pekerjaan dan kematian Raja yang baru lahir ini. Kita tidak tahu apakah mur itu disimpan dan digunakan saat penguburan Kristus tiga puluh tahun kemudian, namun hal itu bisa saja terjadi.
Kebanyakan orang saat ini menganggap bahwa kebiasaan memberi kado pada hari Natal berasal dari persembahan orang Majus kepada Yesus. Tentu saja hadiah-hadiah ini, serta perjalanan panjang dan penuh resiko yang ditempuh para pemberinya, adalah contoh-contoh pemberian dan pengorbanan yang mengagumkan bagi orang Kristen saat ini. Akan tetapi, ada kisah rumit dibalik berubahnya persembahan ketiga orang majus ini menjadi kebiasaan yang memermak industri perdagangan di saentro dunia setelah seribu sembilan ratus tahun kemudian.
Bahkan sebelum Kristus dilahirkan, ada kebiasaan tukar kado saat upacara Romawi, Saturnalia. Pada hari raya "perpindahan musim" kuno ini, orang-orang yang menukarkan kado percaya bahwa kebaikan mereka akan membuat mereka beruntung pada tahun mendatang. Selama abad kekristenan mula-mula, orang yang baru memeluk agama Kristen masih sering merayakan tradisi dan perayaan Romawi ini. Mereka masih membeli dan menukarkan kado saat Saturnalia. Pada abad ke-4, saat tanggal 25 Desember ditetapkan sebagai hari peringatan kelahiran Kristus, perayaan Saturnalia mulai redup. Karena tanggal resmi Natal jatuh pada periode yang sama dengan perayaan Romawi, mungkin saja beberapa orang Kristen menerapkan kebiasaan tukar kado saat merayakan kelahiran Kristus. Akan tetapi, kebiasaan tukar kado saat itu tidak berakar pada tradisi itu. Pada masa itu, hadiah dan Natal tidak saling terkait, dan kebiasaan itu lenyap saat perayaan Saturnalia dihiraukan.
Akan tetapi, tradisi Roma yang terus berlangsung pada periode tersebut adalah kebiasaan memberi kado Tahun Baru. Tukar kado pada hari pertama tahun baru terus berlanjut selama Abad Kegelapan dan Abad Pertengahan dan sampai pemerintahan ratu Victoria. Tradisi memberi kado inilah yang akhirnya menyatu dengan tradisi memberi kado pada hari Natal, tetapi ada beberapa peristiwa lain yang menyebabkan penyatuan itu terjadi.
Legenda Santo Nicholas, yang menjadi uskup di Myra di awal abad keempat, adalah mata rantai pemberian kado berikutnya. Legenda menuturkan bahwa selama hidupnya pastor itu berkeliling melewati Asia Kecil dan memberikan kado-kado kepada anak-anak miskin. Santa Klaus dan kaus kaki Natal dapat ditelusuri langsung dari kisah kehidupan Nicholas. Dia sangat dihormati dan dikasihi oleh mereka yang mengenalnya, sehingga peringatan kematiannya pada tanggal 6 Desember, menjadi hari untuk memberikan kado-kado istimewa bagi anak-anak. Jadi selama abad Pertengahan, Hari Santo Nicholas adalah hari yang paling menyenangkan bagi ribuan anak-anak Kristen di Eropa Timur dan Tengah.
Memberi kado kepada anak-anak memang merupakan tindakan yang murah hati. Akan tetapi, banyak juga pemimpin Eropa yang memelajari persembahan orang Majus kepada Yesus dalam Alkitab. Mereka benar-benar mengabaikan teladan Nicholas, dan memutarbalikkan Alkitab supaya sesuai dengan keinginan-keinginan egois mereka. Mereka menggunakan Alkitab sebagai alasan dibalik pungutan mereka. Banyak raja dan ratu di Eropa menulis hukum bahwa masyarakat perlu menyediakan persembahan Natal setiap tahun kepada penguasa mereka. Sebab itu, setiap orang yang paling miskin pun di Eropa wajib memberikan milik mereka yang terbaik kepada keluarga terkaya di wilayah mereka setiap tahun pada tanggal 25 Desember. Kemudian, keluarga jauh kerajaan dan pejabat daerah yang diangkat meminta upeti Natal juga. Orang-orang miskin secara terang-terangan diperdaya dalam nama iman Kekristenan. Bahkan gerejapun perlu membayar penguasa. Jadi, alih-alih menjadikan natal waktu perayaan dan sukacita, tuntutan kaum elit Eropa ini menodai makna "kado Natal". Pada abad kesepuluh, seorang bangsawan Bohemian, dikenal juga sebagai King Wnceslas, mulai mengubah kebiasaan upeti natal ini. Alih-alih memungut upeti dari warganya, Wenceslas meniru peranan orang-orang majus. Dia mengelilingi kerajaannya selama hari perayaan dan membagikan kayu bakar, makanan, dan pakaian. Bangsawan yang menjangkau kaum papa setiap tahun itu menginspirasi banyak orang di wilayahnya untuk melakukan hal serupa.
Pada Desember 25, 1067, William Sang Penakluk juga memilih untuk mengubah tradisi pemberian kado Natal dengan menyumbangkan uang dalam jumlah yang besar kepada Paus. William dan Wenceslas memulai perubahan yang berakar di Eropa Timur dan kemudian di Inggris dan Amerika.
Pada masa Martin Luther, orang-orang Jerman memasang palang tentang contoh-contoh yang mereka temukan dari cerita-cerita Santo Nicholas dan Wenceslas. Banyak orang percaya bahwa seharusnya kado Natal diberikan tanpa nama. Jadi ide memberi hadiah kepada teman dan orang yang dikasihi secara diam-diam pada hari Natal diawali dari kebiasaan memberikan kado di Jerman.
Beberapa orang Belanda melaksanakan tradisi ini dengan cara yang jauh berbeda. Mereka menyembunyikan kado-kado Natal dan meninggalkan pesan yang menunjukkan tempat kado itu disembunyikan. Orang-orang Belanda menciptakan suasana yang menyenangkan di hari raya bagi anak-anak dengan membuat permainan dari kebiasaan memberi kado ini.
Orang-orang Denmark melaksanakannya dengan cara yang berbeda juga, yaitu dengan membungkus kado-kado itu. Mereka memunyai tradisi unik, yaitu meletakan kotak kecil yang dibungkus dengan kotak yang lebih besar. Lalu mereka membungkus dan membungkus lagi dan meletakannya di kotak dan kotak lagi sampai kado itu tampak besar. Biasanya, terdapat nama yang berbeda di setiap lapisan kertas kado itu. Alhasil, kado itu berpindah banyak tangan sebelum kado itu terbuka dan diberikan kepada orang yang dituju.
Tradisi memberi kado ini tidak menyebar ke Inggris atau Amerika (Negara Baru) pada masa ini. Hadiah, terutama bagi anak-anak, bukanlah bagian dari perayaan natal di wilayah di bawah pemerintahan Inggris. Hal ini sebagian kecil disebabkan oleh sejarah Inggris tentang perayaan hari raya yang gaduh dan kasar. Akan tetapi, kado jarang dibagikan pada Natal di Inggris kemungkinan besar karena kepercayaan Puritan. Saat anak-anak di Eropa membuka kado mereka, anak-anak Puritan di Inggris dan Amerika diajarkan bahwa orang-orang majus memberikan hadiah kepada Yesus saja, tidak kepada keluarga ataupun satu sama lain. Oleh karena itu, mereka berpikir bahwa Allah tidak mau perayaan Kelahiran Anaknya menjadi waktu memberi kepada orang lain, selain kepada Kristus. Dia juga tidak mau orang-orang berpesta hari ini, pikir orang-orang Puritan. Natal adalah hari untuk perenungan dengan hikmat, bukannya untuk suka ria. Oleh karena itu, kado dilarang sampai Revolusi Amerika terjadi.
Kado-kado Natal bukanlah bagian dari hari Raya natal di Amerika Serikat dan Inggris, tetapi banyak orang menerima kado pada minggu-minggu setelah Natal. Tukar kado biasanya terjadi di kalangan kelas atas, seperti halnya di Roma. Beberapa keluarga juga memberikan "amplop" kepada anak-anak pada tanggal 6 Januari, hari "kedua belas" atau hari terakhir natal, hari Epiphany. Orang-orang Kristen yang mengikuti tradisi "12 hari Natal" memberi kado pada hari Epiphany itu. Mereka percaya itulah harinya orang majus tiba dengan hadiah- hadiah mereka, dua belas hari setelah Kristus lahir. Walaupun hadiah-hadiah ditukarkan pada bulan Januari di Amerika, memberi kado saat natal masih terbilang asing bagi kebanyakan orang Kristen.
Pada tahun 1820, ketika puisi karya Clement Clarke Moore "The Night Before Christmas" mulai disebarluaskan melalui majalah, koran dan buku- buku, semua berubah. Anak-anak melihat tulisan bahwa hadiah- hadiah seharusnya tiba pada Malam Natal atau pada subuh hari Natal. "A Christmas Carol" Karya Charles Dickens membenarkan konsep ini. Para pedagang, yang mengendus keuntungan, langsung melangkah. Santa mulai membuat hiasan dalam toko-toko. Pada tahun-tahun setelah perang saudara, Amerika menjadi pusat kado-natal di dunia. Kado-kado natal menyusul di Inggris selama tahun 1880. Setelah abad itu, Natal menggantikan Tahun Baru sebagai hari kado, demikian pula di Inggris. Saat Natal mengambil alih, kebiasaan selama 2000 tahun memberi kado lenyap.
Pada tahun 1900, dengan dibukanya toko-toko besar, pelayanan surat yang terpercaya dan pekerjaan yang gajinya bagus, hari Natal menjadi waktu penjualan terpenting dalam satu tahun bagi sebagian besar supermarket. Oleh karena itu, perusahaan iklan, pembuat mainan, dan perusahaan pakaian melengkapi kampaye dan produk utama mereka pada bulan Desember. Waktu Natal diperpanjang paling tidak selama dua minggu berkat waktu belanja ini.
Waktu Natal diperpanjang lagi saat orang-orang membeli hadiah untuk tentara-tentara yang bertempur pada perang dunia. Selama Perang Dunia II para pria ditempatkan jauh dari rumah mereka. Kantor pos menyarankan pihak keluarga mengirimkan kiriman mereka lebih cepat agar pasukan itu menerima hadiah Natal mereka tepat waktu. Oleh karena itu, toko-toko memasang hiasan hari raya bahkan sebelum awal Desember. Oleh karena itu, waktu belanja diperpanjang sebulan penuh menyambut "Hari-Ucapan-Syukur-sampai-Natal".
Kini, saat hari haya di Amerika Serikat saja, para pembeli menghabiskan lebih dari $4 milyar setiap hari untuk belanjaan natal, atau sekitar $2,8 juta per menit. Setiap orang di Amerika rata-rata menghabiskan lebih dari $100 untuk hadiah natal pada tahun 2002. Orang-orang Puritan tentu saja mencemaskan fenomena hadiah natal yang tidak hanya menjadi daya pikat hari raya tetapi ekonomi orang Amerika juga. Akan tetapi, kebiasaan ini lebih dari sekadar uang saja.
Banyak orang berpikir bahwa kado Natal semata-mata hanyalah komersial dan sumber stres berat. Akan tetapi, ketika dipandang dari perspektif yang baik, hadiah-hadiah ini dapat dipakai untuk mengajarkan makna hari raya itu sebenarnya. Kristus adalah Raja yang datang bukan untuk mengambil, tetapi untuk memberi. Hadiah-Nya adalah sebuah pengorbanan terbesar. Itulah fokus setiap hadiah natal. Walaupun kebiasaan menukar kado Natal pribadi merupakan tradisi yang cukup baru, dalam tradisi ini kita dapat mengingat beberapa orang majus yang percaya bahwa perjalanan mereka yang panjang dan melelahkan untuk memberi persembahan tidaklah mereka kepada Yesus tidaklah sia-sia.
Diterjemahkan dari:
Nama buku: Stories behind the Great Raditions of Christmas
Judul asli artikel: Gift
Penulis: Ace Collins
Penerbit: Zondervan, USA, 2003
Halaman: 95 -- 101