Natal dan Sesuatu yang Sangat Kita Rindukan

Seorang pemuda Skotlandia meninggalkan rumahnya di pesisir pantai dan pergi menuju lautan. Ia pergi dengan segera, tanpa berpamitan dengan keluarga. Dorongan yang kuat untuk pergi membuatnya lalai bahwa kepergian yang tiba-tiba dapat menyakiti hati orang tuanya.

Suatu malam dingin di musim salju, kapalnya berlayar ke utara menuju angin sakal yang ganas dan membekukan. Angin kencang membuat perahu nyaris mendekati pantai berbatu. Ketika matahari samar-samar terbit, kapal itu begitu dekat dengan tanjung sehingga pelaut muda itu bisa melihat api di perapian yang berkilauan melalui jendela beberapa rumah di sisi tebing. Tiba-tiba, anak itu mengenali rumahnya sendiri! Kemudian, ia ingat bahwa itu adalah Hari Natal. Orang tuanya akan berada di dekat perapian, membicarakan tentang putranya yang telah pergi, merayakan "sebuah bayang-bayang di balik rumah". "Orang bodoh yang jahat", ia merasa dirinya sendiri demikian karena kedekatannya dengan rumah masa kecilnya memperjauh jarak dirinya dari orang-orang yang dicintainya.

Robert Louis Stevenson menyimpulkan puisi-kisahnya "Natal di Laut" dengan mengatakan,

Namun, semua yang bisa kupikirkan, dalam kegelapan dan dingin,
hanyalah bahwa aku meninggalkan rumah dan orang tuaku yang semakin tua.

Kerinduan akan Rumah

Tidak seperti waktu-waktu lainnya dalam setahun, Natal memicu perapian di dalam diri kita. Musim menyalakan pengharapan, tidak peduli seberapa sinisnya kita, bahwa kita dapat duduk dengan gembira di sekeliling meja dengan orang-orang yang kita cintai dan merasa nyaman. Terlepas dari kekecewaan, pertengkaran, kesepian, dan dinamika yang terdistorsi, sesuatu di hati kita terus-menerus menggenggam memori. Tidak peduli seberapa cepat berlalu, ada perasaan begitu dimengerti, diterima, dan aman. Kita menghayati momen-momen ini sebagai keajaiban cinta yang penuh kegembiraan. Setiap Natal, kita berharap untuk menikmati setetes lagi. Akan tetapi, ini adalah pencarian yang menakutkan.

Gambar:gambar

Sejak kita meninggalkan Taman (Eden), manusia telah dicap dengan kerinduan akan rumah. Kita meninggalkan rumah dan berharap menemukaan rumah. Namun, sepertinya itu justru menjauhkan kita. Jika kita kembali, kita tidak akan pernah sama lagi. Hubungan baru kita sendiri masih menyisakan kerinduan akan masa lalu. Orang Welsh menggunakan kata 'hiraeth' (hee'-ryth) untuk menggambarkan seruan yang sangat kuat dan tak tertahankan akan rumah. Hiraeth membangkitkan kembali luka yang pernah dirasakan oleh para pengembara ketika akhirnya pulang: bukan ini. Namun, selalu ada pantai yang lebih jauh dari rumah, bahkan dibandingkan dengan tempat yang paling dirindukan ini. Kita dapat memimpikannya, tetapi kita tidak tahu cara menuju ke sana.

Saya ingin menyarankan agar pada Natal ini kita membiarkan hiraeth ini menarik kita ke palungan. Sebab, di sana lah Rumah sejati kita hadir untuk mengumpulkan kita kembali. Ia, yang adalah kampung halaman di hati kita, telah mengambil alih rumah tinggal kita yang berada di tengah kehancuran, tanah rusak tempat pengasingan kita yang sepi. Anak Allah datang untuk menjemput kita dan membawa kita kembali ke dalam persekutuan dengan Bapa dan Roh-Nya.

Mengikuti Benang Emas

Bahkan, sebagai seorang bayi dan anak laki-laki, Yesus menarik mereka yang rindu untuk mengenal Allah dan melihat kemuliaan-Nya, entah mereka adalah gembala dari ladang terdekat atau orang majus yang bijak dari negeri timur nan jauh. Dalam mata iman, bayi yang dibungkus kain lampin adalah akhir perjalanan. Bagi para penyembah mula-mula itu, mereka merasakan sesuatu yang mungkin tidak dapat mereka ungkapkan: di dalam inkarnasi, Anak-Nya yang kekal menjadikan kita bersaudara dengan menjadikan diri-Nya sendiri manusia biasa (Ibrani 2:11).

Kehadiran Anak itu menunjukkan bahwa Allah Tritunggal menolak hidup tanpa kita. Ia ingin dikenal, terhubung dengan, dan dikasihi kembali oleh mereka yang melihat betapa Ia sangat mengasihi kita di dalam Yesus. Saat Maria memeluk Yesus erat-erat, kita terheran-heran bahwa Anak Allah begitu menyatukan diri dengan kita. Ia datang untuk mengumpulkan kita agar Ia dapat mengembalikan kepada Bapa-Nya orang-orang yang dipersatukan dengan-Nya oleh iman. Jadi, sejak kedatangan-Nya yang pertama, Yesus ini "membawa banyak anak kepada kemuliaan" (Ibrani 2:10). Di dalam Kristus, kita dapat merasakan rumah sekarang, bahkan mengetahui bahwa kita masih merindukan kepulangan secara penuh.

Dasar peristiwa inkarnasi yang menakjubkan ini adalah janji yang dibuat Allah kepada umat-Nya sejak awal. Bahkan sebelum kita diusir dari Eden, Allah Tritunggal telah merencanakan cara untuk membawa kita pulang. Dari Kejadian sampai Wahyu, ada sumpah janji tentang kasih setia: "Aku akan berjalan bersamamu dan menjadi Allahmu. Kamu akan menjadi umat-Ku" (Imamat 26:12, AYT). Anda dapat mengikuti benang emas ini melalui serangkaian bagian (termasuk Kejadian 17:7; Keluaran 6:7; Yeremia 31:33-34; Yehezkiel 37:27; 2 Korintus 6:16; Ibrani 8:10; Wahyu 21:3 ). Melalui jalan penebusan dan hubungan yang semakin karib, Allah Tritunggal membuktikan bahwa Ia adalah Pembuat rumah kita sampai akhirnya kita secara langsung tinggal bersama-Nya. Di sana, tidak ada lagi keluh kesah atau kesakitan, hanya ada kehidupan yang kekal di dalam persekutuan.

Tinggal di Rumah dalam Hati Kita

Sejak kita meninggalkan Taman (Eden), manusia telah dicap dengan kerinduan akan rumah. Kita meninggalkan rumah dan berharap menemukaan rumah.


Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Allah menjawab seruan hiraeth kita selama berabad-abad melalui kedatangan Yesus dalam kegenapan waktu (Galatia 4:4). Anak Allah sangat ingin bersama kita sehingga Ia mengambil rupa daging dan darah dan "tinggal" di antara kita (Yohanes 1:14). Setiap kali berita itu disampaikan dan dipercaya, Roh Kudus mencurahkan ke dalam hati suatu tangisan-pulang ke rumah yang sekarang telah memiliki nama. "Allah telah mengutus Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang memanggil, 'Abba, Bapa!'" (Galatia 4:6, AYT). Kita merasakan kehadiran-Nya sekarang bahkan ketika kita mengantisipasi kepulangan kita yang sepenuhnya. Seolah-olah Allah Tritunggal berkata kepada kita, "Aku adalah Allahmu, dan kamu adalah anak-Ku. Kamu akan pulang ke rumah-Ku, tidak peduli di mana kamu berada atau apa pun yang kamu alami. Karena pada akhirnya, Aku menjadikan segala sesuatu baru."

Yesus ini, yang datang di tengah-tengah kita pada hari Natal, tumbuh menjadi manusia yang disebut "sahabat orang-orang berdosa" (Lukas 7:34). Mereka bermaksud merendahkan, tetapi kita mengetahuinya sebagai gelar yang berharga dari Penebus kita. Yesus, Saudara kita dalam kemanusiaan yang sama, adalah sahabat "yang lebih karib dari pada seorang saudara" (Amsal 18:24). Sebab, Ia juga adalah Pribadi yang terdalam di hati kita sendiri. Pendiri-rumah kita yang sejati.

Adven ini, kita dapat membayangkan Anak ini, Allah bersama kita, dan betapa Ia pasti mengasihi kita untuk membawa Rumah yang misterius kepada kita. Kemudian, kita dapat mencurahkan isi hati kita lebih penuh melalui lagu-lagu Natal yang kita nyanyikan. Kita dapat lebih mengasihi-Nya saat kita lebih menyembah-Nya. Kita dapat membaca semua teks Natal yang bagus. Kita dapat mengikuti benang emas dari janji-janji-Nya tentang membangun-rumah. Kita dapat tergerak untuk mempersembahkan kepada-Nya hadiah Natal karena kita dengan antusias ingin menjalankan firman-Nya hari demi hari. Ini adalah jalan menuju janji agung yang Yesus buat: "Jika seseorang mengasihi Aku, dia akan menuruti firman-Ku, dan Bapa-Ku akan mengasihi dia, dan Kami akan datang kepadanya dan tinggal bersamanya" (Yohanes 14:23, AYT).

Lagu Kepulangan Kita

Hiraeth akan menyerukan untuk pulang ke dalam diri kita sepanjang hari-hari duniawi kita. Namun, ketika kita tahu ke mana seruan itu mengarahkan kita, kerinduan kita tidak membuat kita berduka. Sebab, kita tahu kita memiliki seorang Sahabat, Yesus, Saudara kita, yang telah memastikan perjalanan pulang kita. Roh-Nya bernyanyi di dalam kita saat ini. Hiraeth adalah lagu kepulangan dan mempersatukan kita dengan sesama pengembara dalam persekutuan yang lebih dalam dari yang pernah kita ketahui sebelumnya.

Lihatlah, tempat kediaman Allah ada bersama manusia! Rumah telah masuk ke dalam manusia yang rusak oleh dosa dan membuka taman untuk kita sekali lagi. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Desiring God
Alamat situs : https://desiringgod.org/articles/christmas-and-our-longing-to-belong
Judul asli artikel : Christmas and Our Longing to Belong
Penulis artikel : Gerrit Scott Dawson