Natal: Saatnya Merenungkan Hadiah Terindah

Hampir setiap orang pasti pernah menerima hadiah. Entah itu dari kekasih, sahabat, orang tua, bahkan orang yang tidak dikenal sekalipun. Aku sendiri pernah mendapat hadiah, dan aku bersyukur atas semuanya itu.

Kekasih banyak memberi hadiah. Tidak hanya waktu ulang tahun, hari jadi jalinan kasih, atau hari-hari khusus lainnya, bahkan pada hari yang tidak spesial sekalipun, banyak kekasih sering kali memberikan hadiah -- dompet, kaos, coklat, dan lain sebagainya.

Guru Korea-ku yang asli orang Korea pun juga pernah memberikan sebuah jam tangan bermerk sewaktu aku kuliah dulu karena aku mendapat nilai tertinggi dalam sebuah tes.

Waktu kecil, orang tuaku juga pernah memberikan sebuah sepeda karena aku rajin belajar.

Teman-temanku juga pernah memberiku hadiah saat mereka kuundang dalam sebuah acara makan-makan untuk memperingati ulang tahunku.

Bahkan, sebuah produsen kopi dan snack pun juga pernah memberiku hadiah berupa uang sejumlah Rp 1000,- dalam kemasannya.

Dari peristiwa-peristiwa di atas, aku mengamati bahwa pemberian hadiah yang kita terima dalam hidup ini tidaklah tanpa syarat. Ada syarat dan kondisi tertentu sehingga akhirnya kita pantas atau dapat menerima sebuah hadiah.

Aku tidak yakin kalau kekasih kita akan memberikan banyak hadiah jika kita tidak sayang kepadanya. Aku sangat yakin bahwa aku tidak akan menerima jam bermerk dari guru Korea jika aku tidak mendapatkan nilai tertinggi di kelas. Aku tidak yakin orang tuaku memberikan hadiah padaku waktu kecil dulu jika aku main terus dan tidak pernah belajar. Aku tidak yakin temanku akan memberiku hadiah jika aku tidak mengundang mereka. Dan aku juga sudah pasti tidak akan mendapat uang seribu perak jika aku tidak membeli produk dari perusahaan kopi dan snack.

Semua hadiah itu aku terima karena ada usaha dariku. Aku melakukan sesuatu, maka aku mendapatkan hadiah. Aku belajar bahasa Korea dengan sungguh-sungguh, karena itu aku mendapatkan hadiah. Aku rajin belajar dan mengekang kerinduan untuk main, karena itu aku mendapat hadiah dari orang tua. Aku mengeluarkan biaya untuk mengundang temanku makan-makan dan beli jajanan (kopi tadi), karena itu aku mendapat hadiah.

Tapi aku bersyukur karena lewat sebuah renungan yang aku dengarkan, aku kembali diingatkan bahwa aku sudah memiliki hadiah yang paling indah dan berharga dari hadiah yang dulu sudah kuterima dan mungkin akan kuterima. Hadiah itu adalah hadiah keselamatan yang telah diberikan oleh Bapa melalui pengorbanan Anak-Nya yang tunggal di kayu salib.

Hadiah keselamatan itu adalah semata-mata anugerah Allah. Susah payah kita, usaha kita, uang kita tidak akan mampu membuat kita mendapatkan hadiah keselamatan. Allah memberikannya secara Cuma-Cuma pada kita. Kita yang penuh dosa dan cela, yang seharusnya tidak pantas untuk diselamatkan dan tidak dapat berbuat apa-apa untuk mendapatkan keselamatan, diberikan-Nya anugerah atau hadiah keselamatan. Dan semuanya itu berawal dari kelahiran-Nya menjadi anak manusia melalui rahim Maria.

Karena itu, pada Natal kali ini, marilah kita merenungkan bahwa anugerah tersebut seharusnya sudah cukup menjadi alasan untuk kita mengucap syukur atas apa yang kita miliki dan alami sekarang ini. Apa pun yang kita alami dan miliki sekarang ini, mengucap syukurlah. Allah telah menyelamatkan kita meski kita tak pantas menerimanya. Itu adalah bukti yang sangat kuat kalau Allah kita tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kekuatan kita dan meninggalkan kita menghadapi cobaan seorang diri saat kita mengucap syukur dan berserah kepada-Nya.

Selamat Natal 2008!

Taxonomy upgrade extras: