Apakah Natal Terlalu Duniawi bagi Orang Kristen?

Hari ini adalah Hari Natal, hari saat kita merayakan kelahiran Kristus. Setiap tahun kami mendapatkan pertanyaan-pertanyaan tentang Natal. Yang paling banyak ditanyakan sejauh ini adalah tentang Sinterklas. Kami sudah berbicara tentang hal itu di podcast dua kali, pada tahun 2016 dan 2018, dalam episode 978 dan 1288. Silakan lihat keduanya. Episode 978 diakhiri dengan salah satu paragraf yang bagus sekali di arsip APJ juga.

Akan tetapi, inilah pertanyaan Natal kedua yang paling banyak ditanyakan, diwakili oleh setidaknya 35 email di kotak masuk yang bisa saya lihat. Mengapa gereja mulai merayakan kelahiran Kristus pada tanggal 25 Desember? Tanggal ini tampaknya terkait dengan hari libur dengan asal-usul Jermanik dalam perayaan duniawi yule atau yuletide (masa Natal - Red.). Dalam email-email tersebut, teks-teks yang biasa disebutkan termasuk teks-teks yang melarang umat Allah untuk mengakomodasi atau mengadopsi tradisi dan hari libur dan hari raya bangsa-bangsa. Yang secara khusus disebutkan adalah 1 Raja-raja 12:33, Ulangan 12:29-32, dan kata-kata Yesus sendiri dalam Markus 7:9. Hal yang sama berlaku untuk Yeremia 10:1-4, bahkan sebuah teks yang digunakan untuk mengkritik tentang pohon Natal.

Jadi, mungkin ini adalah pertanyaan yang tidak menyenangkan untuk dijawab pada Hari Natal. Saya tidak tahu. Akan tetapi, dari email, inilah perwakilan dari seorang pendengar bernama Michelle. "Halo, Pendeta John! Mengapa orang Kristen merayakan kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember? Sebelum saya dilahirkan kembali, saya adalah seorang penyembah berhala dan merayakan yule. Sejauh yang saya pahami, Konstantinus menempatkan tanggal lahir Yesus pada tanggal 25 Desember untuk menutupi hari raya duniawi, agar mereka lebih mudah beralih ke agama Kristen. Namun, setelah dilahirkan kembali, pikiran untuk merayakan Natal membuat saya gelisah. Haruskah?"

Saya akan menyampaikan sepatah kata tentang masing-masing bagian itu, hanya sebuah kata singkat untuk mengarahkan orang ke arah pemikiran yang ada, dan kemudian menyampaikan sepatah kata tentang 25 Desember dan mengapa tanggal itu, dan kemudian mungkin memberikan prinsip untuk membimbing kita.

Jauhkan Diri Anda dari Berhala

Dalam 1 Raja-raja 12:28, Raja Yerobeam si penyembah berhala membuat dua anak lembu emas dan menyuruh orang-orang untuk menyembah mereka. Dan, kemudian ayat 33 mengatakan bahwa dia merancang waktu untuk perayaan itu dari "hatinya sendiri." Saya pikir itulah yang mungkin dituturkan orang-orang di sana. Jadi, masalah dasarnya adalah penyembahan berhala yang mencolok, dua anak lembu emas. Dan, padanannya hari ini adalah: "Mari kita pilih hari secara acak -- katakanlah 25 Desember -- untuk merayakan pembenaran atas dasar perbuatan yang terpisah dari kebenaran darah Kristus." Itu akan menjadi tandingannya. Tidak peduli hari apa. Inti dari masalah ini adalah penyembahan berhala.

Ulangan 12:31 (AYT) memperingatkan umat Israel saat mereka memasuki Tanah Perjanjian, "Kamu tidak boleh melakukan itu kepada TUHAN, Allahmu, yaitu setiap perbuatan yang jahat yang dibenci TUHAN yang telah mereka lakukan untuk ilah mereka, sebab mereka membakar anak laki-laki dan perempuannya dalam api untuk ilah mereka." Dan, kemudian Tuhan menambahkan, "Apa pun yang Aku perintahkan kepadamu, lakukanlah dengan sungguh-sungguh. Janganlah kamu menambahkan atau mengurangkannya" (lihat Ulangan 12:32, AYT). Ada berpuluh-puluh ketentuan yang sangat rinci dalam Perjanjian Lama tentang bagaimana menghampiri Allah, bagaimana para imam melakukan pekerjaan mereka, kurban-kurban yang harus mereka persembahkan, ruang-ruang suci yang akan digunakan.

Sekarang, apakah kita hari ini diatur dengan kekhususan yang sangat rinci sehingga kita tidak boleh mengambil dari atau menambahkannya dalam Perjanjian Baru, saya akan membahasnya sebentar lagi. Saya kira jawabannya adalah tidak.

Dalam Markus 7:9, mereka menolak perintah untuk menghormati ayah dan ibumu dengan mengalihkan perhatian finansial dari orang tua mereka ke kesetiaan dalam ibadah secara eksternal, yaitu mempersembahkan uang mereka ke sinagoga, alih-alih kebutuhan orang tua mereka. Masalahnya bukan karena tradisi itu ada -- bukan itu masalahnya -- tetapi bahwa tradisi itu bertentangan dengan perintah Allah, "Hormatilah ayahmu dan ibumu" (Keluaran 20:12, AYT).

kita harus melakukan semua upaya untuk hidup dan merayakan sedemikian rupa sehingga kita menunjukkan bahwa Kristus sangat berharga dalam hidup kita, bukan dunia atau hal-hal duniawi.


Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Yeremia 10:2-5 (AYT) mengatakan, "Janganlah mempelajari jalan bangsa-bangsa .... Sebab, seseorang menebang sebatang pohon dari hutan, dan dikerjakan dengan sebuah kapak oleh tangan seorang perajin. Mereka menghiasnya dengan perak dan emas. Mereka mengencangkannya dengan paku-paku dan palu-palu supaya tidak bergeser. Berhala-berhala itu seperti orang-orangan sawah di ladang mentimun. Mereka tidak dapat berbicara, mereka harus diusung karena mereka tidak dapat berjalan." Intinya adalah sangat tidak masuk akal untuk membuat berhala dari sesuatu yang diciptakan, seperti pohon, yang Anda bentuk dengan kapak Anda sendiri, Anda hias dengan tangan Anda sendiri, Anda bawa dengan kereta Anda sendiri, dan kemudian Anda sujud dan menyembah dia. Para nabi menganggap ini tidak masuk akal. Ini memang merupakan peringatan implisit bagi orang percaya dari segala usia untuk tidak pernah berpaling dari Allah yang hidup ke sesuatu yang diciptakan, Hari Natal atau hari apa pun, dan memperlakukannya sebagai objek kasih sayang Anda yang lebih besar daripada yang Anda miliki di dalam Allah yang hidup.

Jadi, menurut saya teks-teks tersebut bukan merupakan kecaman terhadap orang-orang Kristen yang memilih hari saat kita menyoroti inkarnasi Kristus.

Menanggapi Tanggal

Namun, pertanyaannya kemudian menjadi, nah, mengapa 25 Desember? Apakah ada beberapa hal campur aduk yang terjadi di sana? Nah, ketika saya mensurvei dan mensurvei kembali pendapat historis para sarjana tentang mengapa kita merayakan Natal pada tanggal 25 Desember, bagi saya tampaknya tidak ada konsensus. Jadi, saran yang diberikan dalam pertanyaan itu -- mungkin ya, mungkin tidak. Ada penjelasan yang bersaing. Saya akan menyebutkan dua.

Salah satunya adalah bahwa 25 Desember adalah hari libur duniawi untuk merayakan kelahiran matahari, dan bahwa orang-orang Kristen mengadaptasi dan melawan ide duniawi itu dengan perayaan Terang Dunia yang sebenarnya. Itu satu penjelasan, dan itu akan kembali pada zaman Romawi, bukan hanya kemudian pada zaman Jermanik.

Penjelasan lain adalah bahwa, karena berbagai alasan, para bapa gereja percaya bahwa Yesus dikandung pada tanggal 25 Maret, sekitar tanggal kematian-Nya, dan bahwa Natal, oleh karena itu, sebenarnya, karena cara Allah menciptakan bayi, sembilan bulan kemudian adalah 25 Desember.

Jadi, mana dari penjelasan itu yang muncul lebih dahulu? Inilah yang dikatakan Oxford Companion to Christian Thought: hipotesis bahwa 25 Desember dipilih untuk merayakan kelahiran Yesus berdasarkan keyakinan bahwa pembuahannya terjadi pada 25 Maret "berpotensi menetapkan 25 Desember sebagai perayaan Kristen sebelum Dekrit Aurelian, yang, ketika diumumkan, mungkin memberikan pada perayaan Kristen kesempatan dan juga tantangan" (114).

Dengan kata lain, mereka tidak yakin mana yang lebih dahulu: penandaan duniawi atau Kristen pada tanggal tertentu sebagai perayaan inkarnasi. Jadi, saya tidak merasa, sejujurnya, kebebasan untuk menjadi dogmatis tentang mengapa orang Kristen menggunakan tanggal 25 Desember sebagai hari untuk fokus khusus mengenai inkarnasi.

Merayakan Kristus sebagai Yang Tertinggi

Jadi, itu memberikan kepada saya dan kita, mungkin, prinsip apa yang harusnya membimbing kita. Ada perbedaan besar antara cara Perjanjian Lama mengatur ibadah formal, dengan berpuluh-puluh ketentuan, dan cara Perjanjian Baru memperlakukan ibadah. Anda hampir tidak menemukan ketentuan dalam Perjanjian Baru tentang apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang dalam ibadah formal. Ada beberapa, tetapi tidak banyak.

Dan, saya telah memberikan argumentasi, bahkan di podcast ini sebelumnya, bahwa alasannya adalah karena Perjanjian Baru, tidak seperti Perjanjian Lama, adalah buku pegangan untuk semua bangsa di dunia -- bukan buku liturgi untuk Israel atau budaya mana pun. Ribuan budaya di seluruh dunia akan beribadah dengan esensinya di Perjanjian Baru, dan detail bentuknya akan berbeda di mana-mana, karena Perjanjian Baru tidak menjelaskan secara spesifik cara Perjanjian Lama melakukannya bagaimana melaksanakan ibadah kita atau waktunya atau musimnya. Prinsip yang akan saya perhatikan adalah ini:

"Makanlah apa saja yang dijual di pasar daging tanpa memeriksanya, demi hati nurani. Karena, "bumi dan semua isinya adalah milik Tuhan". Jika seseorang yang belum percaya mengundangmu dan kamu bersedia untuk pergi, makanlah apa saja yang disediakan di hadapanmu tanpa memeriksanya, demi hati nurani. Namun, jika ada orang berkata kepadamu, "Makanan ini telah dipersembahkan kepada berhala," jangan kamu makan, demi orang yang memberitahumu itu dan demi hati nurani." (1 Korintus 10:25-28, AYT)

Nah, prinsipnya begini: Di dalam Kristus, orang Kristen bebas makan daging yang telah dipersembahkan kepada berhala, asalkan tidak ada penyembahan berhala, dan asalkan kita tidak mengirimkan pesan yang jelas kepada orang yang belum percaya, kepada dunia, bahwa kita menyembah apa yang mereka sembah. Itu prinsip yang penting.

Gambar: masa Natal

Jadi, saya pikir sehubungan dengan semua cara di mana hidup kita tumpang tindih dengan budaya, bukan hanya Hari Natal, tetapi sepanjang waktu -- ada ratusan cara hidup kita, gaya hidup kita, yang tumpang tindih dengan budaya kita -- kita harus melakukan semua upaya untuk hidup dan merayakan sedemikian rupa sehingga kita menunjukkan bahwa Kristus sangat berharga dalam hidup kita, bukan dunia atau hal-hal duniawi. Itu agak sulit pada waktu Natal.

Tiga Cara Menampilkan Kristus pada Hari Natal

Biarkan saya menutup dengan referensi tentang cara Noel dan saya memulai pernikahan kami dan mencoba memikirkannya dengan matang, sama sekali bukan untuk mengatakan bahwa kami melakukannya dengan sempurna atau bahwa siapa pun harus melakukannya seperti kami -- hanya prinsip berpikir dalam cara tertentu.

Kami merayakan Natal pertama kami, dan sebagai pasangan suami istri yang ingin menghormati tradisi yang kami dapatkan dari orang tua kami dan ingin melakukannya dengan cara yang biasa dilakukan keluarga kami, kami ingin itu sejelas mungkin Kristen. Bagaimana kita akan memberikan kesaksian kepada anak-anak kita dan kepada komunitas kita tentang Kristus pada hari Natal? Saya ingin menyebutkan tiga hal. Ada lebih dari tiga hal, tetapi di sini ada tiga.

1. Memusatkan tradisi pada Kristus.

Kami tidak pernah memiliki pohon Natal tradisional. Itu agak aneh bagi kami. Kami berdua tumbuh besar dengan pohon Natal. Saya kira semua anak kami memiliki pohon Natal. Kami mengunjungi orang-orang yang memasang pohon Natal. Kami belum pernah memasang pohon Natal tradisional di rumah kami saat Natal.

Kami malah berkata, "Mari kita membuat adegan palungan besar di tengah di atas meja dengan taplak meja, dan di bawah meja, kita akan meletakkan hadiah-hadiah, hanya untuk mengembalikan semuanya ke arah Kristus secara simbolis dalam adegan palungan."

2. Memberi dalam nama Yesus.

Hal kedua yang kami lakukan adalah kami tidak memiliki kaus kaki Natal (tradisi di negara barat untuk menempatkan hadiah Natal di dalam kaus kaki besar - Red.). Bahkan, kami tidak pernah menyebut Sinterklas. Jika anak-anak bertanya tentang Sinterklas, kami menjawab, "Itu bukan kisah nyata. Itu hanya cerita menarik yang diceritakan orang-orang. Tidak ada yang nyata tentang itu. Itu tidak ada hubungannya dengan Natal dalam kenyataannya."

Sebagai gantinya, kami membuat benda yang disebut kantong gembala, dan anak-anak akan, selama bulan Desember, melakukan sedikit pekerjaan untuk Noel. Dia akan membayar mereka ekstra untuk tugas-tugas yang biasanya tidak dibayar, seperti mencuci piring atau membantu mencuci baju. Dan, mereka harus memasukkan uang itu sedikit demi sedikit ke dalam kantong, mengetahui bahwa kantong-kantong itu akan diletakkan di depan palungan seperti hadiah-hadiah yang dibawa kepada Yesus.

Pada pagi hari, kantong-kantong itu akan membuat anak-anak senang, dan uang itu akan diberikan untuk beberapa tujuan yang kami sepakati bersama sebagai sebuah keluarga, untuk menolong orang-orang yang membutuhkan dan dalam nama Yesus.

3. Jadikan rumah Anda menyatakan, 'Natal telah tiba.'

Hal ketiga yang kami lakukan adalah saya mencoba membuat rumah di lingkungan itu indah. Kami tidak tinggal di lingkungan yang paling menarik. Dan, kami adalah salah satu rumah ujung depan -- rumah pertama yang Anda lihat saat melintasi jembatan melintasi I-94 dan 35W ke lingkungan Ventura Village, yang dahulu disebut lingkungan Phillips. Apa hal pertama yang Anda lihat?

Saya tidak ingin itu menjadi norak, tetapi saya ingin itu menyatakan, "Natal telah tiba." Jadi, saya menggunakan bintang; ada bintang di mana-mana. Ini adalah rumah bintang dengan spanduk Kristen di bagian depan. Siapa pun yang ingin mendekat dan melihat apa arti semua bintang, mereka dapat melihat "Yesus adalah alasan utama Natal" tergantung di pintu depan.

Itulah tiga cara yang kami coba untuk membuat anak-anak kami sebahagia mungkin dalam perayaan salah satu peristiwa terbesar dalam sejarah alam semesta -- inkarnasi Anak Allah -- tetapi melakukannya dengan upaya Kristen sejelas yang kami bisa. (t/Jing-Jing)

Audio: Apakah Natal Terlalu Duniawi bagi Orang Kristen?

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Desiring God
Alamat situs : https://desiringgod.org/interviews/is-christmas-too-pagan-for-christians
Judul asli artikel : Is Christmas Too Pagan for Christians?
Penulis artikel : John Piper