KARTU NATAL PERTAMA
Ditulis oleh: Lidya
Di sebuah perumahan yang asri dan tenang, di kawasan Jakarta Selatan, tinggallah salah satu keluarga harmonis. Keluarga Markus, namanya. Keluarga ini memiliki salah seorang anak laki-laki yang dikenal manja, sombong dan keras kepala bernama Jonathan, namun biasa dipanggil Jo. Jonathan tidak terbiasa melakukan segala hal sendirian, pasti dia selalu ditemani orangtua atau bibinya (asisten rumah tangga).
Mariska dan Petra, nama orangtua Jonathan. Mereka bekerja sebagai pegawai kantoran. Selain sibuk bekerja sebagai pegawai, Pak Petra juga merupakan seorang pelayan di gereja. Pada saat keduanya sibuk, Jonathan akan diurus si bibi, begitu pun sebaliknya.
Minggu siang yang cerah, Jonathan pulang bersama papanya dari gereja. Saat itu, papanya baru selesai pelayanan sedangkan Jonathan sendiri baru selesai sekolah minggu. Sepanjang perjalanan menuju rumah dia menceritakan banyak hal kepada papanya, salah satunya mengenai kado Natal.
“Papa tahu gak, teman-temanku banyak yang membicarakan mengenai kado Natal mereka. Kado Natal yang akan disiapkan untuk ditukarkan satu dengan yang lain.” sahut Jo.
“Oh ya? Apa kata mereka mengenai hal itu?” tanya Pak Petra.
“Mereka berkata seakan-akan barang yang mereka beli itu … ya begitulah. Padahal, hadiah yang mereka dapatkan juga biasa saja dan pasti murah harganya.” Jo melanjutkan perkataannya.
Pak Petra yang mendengar perkataan anaknya, hanya tersenyum lalu sejenak menatapnya. Setibanya di rumah, tanpa berdoa dan mengganti pakaian, Jo langsung menuju ruang keluarga, memBuka handphonenya untuk bermain game. Ibu Mariska terlihat sibuk mengatur makanan di ruang makan.
“Jo, sayang … Sudah berdoa belum? Itu kok langsung main handphone? Ayo cuci tangan, makan dulu,” kata Bu Mariska, namun tidak dihiraukan Jo.
“Jo, Jonathan! Kamu nggak dengar mama ya?” Bu Mariska menuju ruang keluarga. Didapatinya sang anak sedang asyik bermain. “Bangun dulu, ayo makan, gamenya bisa dilanjutkan nanti. Jangan keseringan mainnya.” Suara Bu Mariska meninggi.
Di ruang makan, Jo kembali menceritakan apa yang terjadi dengan teman-temannya kepada orangtuanya.
“Mama, papa, ingat! Kadonya Jo harus yang terbaik dari semuanya. Jo gak mau yang murah dan biasa-biasa saja,” sahut Jo mengingatkan.
Bu Mariska dan Pak Petra memandangi anaknya.
“Jo ingin kasih hadiah yang mahal biar mereka kaget dan kagum sama Jo,” kata Jo memecah keheningan.
“Besok akan mama cari,” Kata Bu Mariska.
Terhitung dari hari esok, Jo memiliki satu hari tersisa menjelang pertukaran kado di tempat sekolah minggunya. Jo meminta si bibi untuk kembali menelepon ibunya sekedar mengingatkan.
Sepulang dari kantor, Bu Mariska singgah di sebuah toko Buku. Dibelinya beberapa kartu kecil berwarna, bersama pernak-pernik Natal lainnya. Beberapa menit ketika menyempatkan waktu untuk belanja, Bu Mariska akhirnya pulang dijemput sang suami.
“Jonathan harus merasakan makna yang sebenarnya tentang Natal. Kita tidak boleh terlalu memanjakan dia, dan papa harusnya tegas sama dia,” Kata Bu Mariska
“Dia masih terlalu kecil, tegas sih tegas tapi jangan sampai membentaknya. Papa sedikit ragu mengenai kartu yang mama belikan, bisa jadi dia berontak dan tidak mau pergi,” Kata Pak Petra, khawatir.
“Makanya, papa harus bantu mama, ini awal bagi kita untuk memberi pengertian padanya.”
Setibanya di rumah pukul 20:37 WIB, Jonathan sudah tertidur di kamarnya dengan handphone di sebelah tangannya dan selimut yang masih terlipat rapi.
Hari yang ditunggu pun tiba. Sore itu, awan seperti kelabu, angin cukup kencang, Jonathan yang sudah siap sedari tadi, duduk menangis di depan kamarnya.
“Apaan tuh! Masa kado Natal kertas-kertas kayak gitu Ma, Jo gak mau Ma, ganti pokoknya,” Jo menangis sementara Bu Mariska melanjutkan menulis kata-kata di setiap kartunya.
“Jo, dengar papa, berhenti menangis, rapikan pakaianmu, ayo kita ke acara Natal, nanti kamu terlambat. Percaya sama Papa, teman-teman di sana sudah menunggu Jo."
Jo tidak berhenti menangis, bahkan pakaiannya menjadi acak-acakan.
"Sepulang acara Natal ada kado spesial dari papa dan mama untuk Jo.” Rayu Pak Petra.
Mendengar kata Ayahnya, Jo menurut dan mau mengikuti acaranya. Dalam perjalanan menuju ke tempat acara, Jo masih memasang wajah penuh amarah terhadap kedua orangtuanya.
Gedung gereja dengan pernak-pernik Natal menyambut Jo di depan. Pandangannya tak lepas dari lampu-lampu yang menyala, snowman yang dibuat dari gabus putih dengan tulisan ‘Merry Christmas’ menyambutnya, dan cokelat-cokelat yang diikat bergantungan. Jo tersenyum sesaat.
“Ayo kita masuk saja! Lihat reaksi teman-teman ketika aku masuk tanpa memegang apa-apa,” kata Jo marah.
Berjalan cepat meninggalkan kedua orangtuanya, Jo disambut para pengasuh yang berdiri di depan pintu.
“Selamat sore, selamat Natal Jo, kok mama papanya ditinggal?” Tanya salah satu diantara mereka. Pertanyaan tersebut tidak dihiraukan Jo sama sekali, dia masuk dan langsung duduk di bagian depan, diikuti kedua orangtuanya.
Ibadah perayaan Natal sekolah minggu sore itu berjalan hikmat, tiba saatnya anak-anak menukarkan kado-kado yang mereka terima. Jo bersembunyi di balik kardus besar. Hal itu disadari ayah dan ibunya. Ketika pembagian kado, Ibu Mariska terlihat sibuk membagikan satu persatu kartu kecil yang sudah dia tulis.
“Nah adik-adik semua, sepertinya kak Ita melihat bahwa kalian semua mendapatkan kado yang tidak biasa yaitu kartu-kartu kecil dari salah seorang teman kita Jonathan. Jonathan ke mana ya? Jonathan?” Tanya kak Ita, salah seorang pengasuh.
Tiba-tiba kedua orangtua Jonathan berdiri dan menarik anaknya keluar dari balik kardus. Suara tepuk tangan menyambutnya, ketika dia berjalan ke depan, beberapa kawannya berlari dan memeluknya.
“Terima kasih Jo, Tuhan Yesus juga mengasihi Jo. Selamat Natal,” Sahut Tia
“Jonathan, Tuhan Yesus juga mencintaimu. Terima Kasih banyak,” Kata Rayen
“Meskipun sederhana, tapi terima kasih Jo. Ini adalah salah satu kado terbaik yang Tante dan Cindy terima dari kamu. Selamat Natal. God bless you,” kata Tante Sarah sambil memeluk Jonathan.
Jonathan terlihat bingung dengan beberapa orang yang bertindak aneh menurutnya. Namun kemudian ayahnya menjelaskan bahwa dalam kartu-kartu itu ibu menuliskan berbagai macam kata-kata yang memotivasi dan memberkati orang lain di hari Natal ini. Jonathan duduk dalam kebingungannya mendengar perkataan sang ayah.
“Terima kasih Jonathan, karena kamu, kami semua di sini benar-benar merasa terberkati,” Kata Kak Ita.
Tiba-tiba. Jonathan berbisik kepada ibunya.
“Ma, apakah semua orang senang dengan kado yang aku berikan?”
“Tentu saja sayang, tidak perlu hal yang mahal untuk menyenangkan orang lain. Ini merupakan kartu Natal pertama yang Jo berikan bagi semua orang di sini, sederhana kan? Jo harus belajar mengasihi sesama, tidak sombong, tidak melawan mama dan papa, dan juga harus takut akan Tuhan Yesus, karena Tuhan Yesus sudah lebih dulu mencintai dan mengasihi Jo, makanya Jo harus menerapkan hal itu dalam kehidupan Jo sekarang." Bu Mariska menjelaskan
“Siap Ma, Jo janji akan merubah semua kebiasaan Buruk Jo. Tapi jangan lupa Ma! Kado Natal Jo. Setibanya di rumah pengen Jo lihat.”
Ibadah perayaan Natal ditutup dengan makan-makan bersama, Jonathan terlihat bahagia bersama teman-temannya, dia sudah tidak murung lagi. Kini Jonathan menjadi anak yang luar biasa, Bukan hanya untuk orang tua tapi untuk setiap orang di sekitarnya. Ayah dan ibunya terlihat bahagia memandangi sang anak begitu riang dan mau belajar menjadi pribadi yang menyebarkan damai serta sukacita di hari Natal bagi setiap orang di sekelilingnya.