Mengapa Natal Lebih Baik daripada yang Anda Pikirkan
Pernahkah Anda merasa kehilangan apa yang ada tepat di depan Anda? Bahwa sesuatu yang penting tersembunyi padahal itu ada di depan mata? Dalam buku barunya, Hidden Christmas: The Surprising Truth Behind the Birth of Christ ("Natal yang Tersembunyi: Kebenaran yang Mengejutkan di Balik Kelahiran Kristus" - Red.), salah satu pendiri dan wakil presiden The Gospel Coalition, Tim Keller, membantu kita menghindari hal ini dengan menunjukkan kebenaran Natal dengan cara yang baru. Bagi orang percaya dan orang yang tidak percaya, kisah Natal bisa menjadi begitu akrab sehingga kita merasa tidak ada yang baru untuk direnungkan. Menyikapi sikap ini secara langsung, Hidden Christmas menyadarkan kita akan kebenaran bahwa "Natal, seperti Allah sendiri, lebih ajaib dan lebih menakjubkan daripada yang kita bayangkan" (3).
Dengan gayanya yang menarik, Keller berinteraksi secara jelas dan mendalam dengan serangkaian perikop Natal yang terkenal; ia berusaha untuk membangun orang-orang percaya dan menarik bagi orang-orang yang tidak percaya. Melihat Natal sebagai "satu momen dalam setahun ketika masyarakat sekuler kita dan gereja Kristen, pada tingkat tertentu, memikirkan hal yang sama" (4), Keller mendorong kita untuk tidak mengabaikan fakta bahwa pesan Natal adalah Injil dalam bentuk mini. Memastikan kebenaran Natal tidak terlalu tersembunyi di dalam hati kita sendiri akan membuat kita lebih sadar akan kesempatan untuk membagikan kabar baik kepada orang lain.
Cahaya di Kegelapan
Dibuka dengan pemeriksaan motivasi terang dan gelap yang ditemukan dalam pernyataan Yesaya -- bahwa "mereka yang tinggal di negeri yang gelap, terang bercahaya atas mereka" (Yes. 9:2, AYT) -- Keller membingkai inkarnasi sebagai terbitnya cahaya ilahi ke dalam dunia kita. Dunia telah jatuh, diselimuti kegelapan pemberontakan, tetapi terang yang sejati (Yoh. 8:12) telah bersinar membawa kehidupan. Berbeda dengan keyakinan humanisme sekuler bahwa kita mampu mengatasi kegelapan dengan kehendak kita sendiri, Natal memberi tahu kita bahwa hanya cahaya dari luar kitalah yang bisa menyelamatkan kita.
Ketika saya membayangkan cahaya menembus kegelapan, itu sering kali merupakan hal yang kejam. Bagi mereka yang diselimuti kegelapan, cahaya ini adalah serangan mengganggu terhadap indra mereka. Mata menyipit, kita secara naluriah tersentak menjauh dari serangan ini. Namun di sini dengan kisah Natal, kita memiliki intrusi cahaya paling dramatis yang bisa dibayangkan. Ini adalah kisah tentang Yang Maha Kudus, Anak Allah yang dinyatakan dalam daging, menerobos ke alam kegelapan untuk merebut kembali pengantin-Nya yang telah jatuh -- Allah yang tidak dapat didekati mendekati musuh-musuh-Nya. Naluri kita seharusnya menghindar dari ancaman, seperti yang kita lihat dilakukan oleh orang-orang kudus Perjanjian Lama setiap kali Allah mendekat sebagai tiang api, angin topan, atau awan kemuliaan.
Akan tetapi, ketika Allah menjadi manusia, cara masuk-Nya ke dalam kegelapan justru halus dan bukannya kasar. Seorang bayi tidak mengancam. Mengapa tidak sama? Keller bertanya dan menjawab:
Mengapa Allah datang kali ini dalam bentuk bayi, bukannya badai api atau angin topan? Karena kali ini Dia tidak datang untuk membawa penghakiman tetapi untuk menanggungnya, untuk membayar hukuman atas dosa-dosa kita, untuk menghilangkan penghalang antara manusia dan Allah, sehingga kita dapat bersama. Yesus adalah Allah beserta kita. (54)
Itulah perbedaannya.
Merefleksikan kebenaran ini dari sudut pandang manusia yang rentan, mau tak mau saya kagum dengan pendekatan lembut Allah melalui inkarnasi. Saya teringat akan gambaran pedih dalam cerita pendek Walt Wangerin Jr. An Advent Narrative (dalam Ragman and Other Cries of Faith), di mana dia membayangkan Allah yang memikirkan bagaimana Dia akan mendekati umat manusia (yang digambarkan sebagai wanita muda yang ketakutan dan rapuh) untuk menyelamatkannya:
Lalu, bagaimana aku bisa datang kepadanya, untuk memberi makan dan menyembuhkannya dengan kasihku?
Aku bisa, tentu saja, mengabaikan pintu dan dinding dan jendela, lalu muncul di hadapannya apa adanya. Aku memiliki kemampuan itu. Namun, dia tidak memiliki kekuatan untuk melihat hal itu dan akan mati. Dia adalah, kau tahu, tempat persembunyiannya yang paling dalam, dan ketakutan dan kematian adalah pintu paling sejati yang menghalangi aku.
Lalu apa yang tersisa? Bagaimana aku bisa datang ke kekasihku? Di mana pintu masuk yang tidak akan menakuti atau membunuhnya? Melalui pintu mana kasih bisa masuk, untuk benar-benar merawatnya, untuk menghilangkan kesepian, untuk membuatnya cantik, secantik bulanku pada malam hari, matahariku pada pagi hari?
Aku tahu apa yang akan kulakukan.
Aku akan menjadikan wanita itu sendiri sebagai pintuku -- dan melalui tubuhnya, aku masuk ke dalam hidupnya.
Tidak mungkin dia akan takut pada dagingnya sendiri, pada sesuatu yang rendah yang ada di bawah tulang rusuknya?
Aku akan menjadi bayi yang terbangun di dalam rahimnya.
Bagaimana cahaya menembus kegelapan? "Sebab seorang anak telah lahir bagi kita" (Yes. 9:6, AYT).
Panggilan Natal
Keller dengan indah menampilkan berbagai segi Injil dalam kisah Natal. Faktanya, bukan hanya merupakan penggenapan janji Allah untuk menyelamatkan umat-Nya, kisah Natal adalah inti dari Injil itu sendiri. Penjelasan Keller yang diperluas tentang apa artinya Yesus menjadi Imanuel -- Allah beserta kita -- adalah bagian yang memperkaya kebenaran inti Injil yang dijabarkan. Dia dengan menarik menulis:
Tujuan dari inkarnasi adalah agar kita memiliki hubungan dengan [Yesus]. Di dalam Yesus, Allah yang tak terlukiskan dan tak bisa didekati telah menjadi manusia yang bisa dikenal dan dikasihi. Dan, melalui iman, kita dapat mengetahui kasih ini. (53)
Selain mempertimbangkan banyak aspek dari karunia Allah kepada kita saat Natal, Keller juga meluangkan waktu untuk mempertimbangkan tanggapan kita terhadap karunia ini, dengan menjadikan iman Maria dan para gembala sebagai teladan untuk ditiru. Saya khususnya menghargai pandangan Keller tentang Maria dari pasal pertama Lukas. Dihadapkan dengan berita yang tidak dapat dipercaya bahwa dia, seorang perawan, akan menjadi ibu dari Mesias Allah, dia tidak menanggapi kabar itu dengan iman buta. "Dia ragu, dia bertanya, dia menggunakan pikirannya, dan dia mengajukan pertanyaan -- sama seperti yang harus kita lakukan hari ini jika kita ingin memiliki iman" (82). Keller mendorong kita untuk tidak tertipu oleh kebohongan bahwa iman adalah ikhtiar yang bisa dilakukan tanpa berpikir; itu adalah "pengalaman manusia seutuhnya" (81) yang melibatkan kecerdasan, bukti, pengalaman, dan, yang paling penting, karya Allah. Sering kali itu terjadi selama periode waktu ketika Allah membentuk kita dan mempersiapkan hati kita untuk percaya. Akan tetapi, begitu disadari, iman adalah pengalaman yang seharusnya menyebabkan munculnya pujian dan kekaguman, karena siapa di antara kita yang bisa mengklaim pantas menerima karunia besar ini? Dalam semua ini, Maria adalah "teladan tentang seperti apa iman Kristen yang responsif" (81).
Keller telah menunjukkan posisinya sebagai salah satu komentator teologis dan budaya kita yang paling membantu. Dengan buku Hidden Christmas, dia menerapkan karunianya pada tema yang sudah sangat akrab bagi kita tetapi juga sering diabaikan. Hidden Christmas adalah buku yang mengangkat pandangan Anda kepada Yesus. Saya merekomendasikannya sebagai sumber bahan untuk menyinarkan cahaya baru tentang makna Natal yang sebenarnya. (t/Jing-Jing)
Audio: Mengapa Natal Lebih Baik daripada yang Anda Pikirkan
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | The Gospel Coalition |
Alamat situs | : | https://thegospelcoalition.org/reviews/hidden-christmas |
Judul asli artikel | : | Why Christmas Is Even Better than You Think |
Penulis artikel | : | Scott James |