Kegelapan Natal
Musim Natal selalu menjadi waktu favorit saya sepanjang tahun. Saya menyukai makanannya, puji-pujiannya, pesta-pestanya, dan pemberian hadiah. Saya menyukai fokus pada inkarnasi Kristus. Saya menyukai cahaya yang terang dan warna-warni hijau, perak, dan merah. Dan, saya bahkan akan mengakui kalau saya menyukai film Hallmark yang bagus dan murahan. Natal membuat saya merasa hangat dan nyaman di dalam suasananya.
Sampai suatu tahun, ketika itu tidak terjadi.
Saya telah menikah selama setahun lebih sedikit ketika mengalami Natal gelap pertama saya. Saya memiliki setiap alasan untuk berpikir bahwa saya akan melebar keluar dari pakaian normal saya dan membesarkan seorang bayi kecil. Namun, saya tidak mengalaminya. Tidak ada ketidaksukaan terhadap makanan, tidak ada serangan muntah, dan tidak membutuhkan celana yang elastis. Bayi di dalam rahim saya berhenti bertumbuh seminggu sebelumnya. Saya merasa hancur. Saya merasakan sedikit kebahagiaan Natal tahun itu; hanya ada kesakitan Natal dan kerinduan akan apa yang mungkin terjadi. Itu bukan Natal menyedihkan saya yang terakhir, saat kami menunggu Allah untuk memberikan anak bagi kami. Apa yang pada suatu saat terlihat seperti sebuah keluarga bahagia untuk saya, tiba-tiba menjadi sebuah pengingat perih akan hal yang paling saya inginkan, tetapi masih belum terjadi -- sebuah keluarga yang diisi dengan anak saya sendiri.
Kapan pun kita membicarakan Natal kita berpikir tentang kebahagiaan, waktu-waktu menyenangkan, dan itulah yang paling pasti terjadi bagi banyak orang. Dalam tahun-tahun sejak kehilangan pertama kami, kami memiliki sukacita Natal dan dukacita Natal. Kami mengetahui kedua rasanya. Namun, bagi orang lain, Natal dapat membawa sebuah awan kesedihan yang gelap, sebuah kesedihan yang sepertinya tidak pernah berhenti dan hanya diperparah oleh kebahagiaan yang berputar-putar di sekitar Anda. Bagi beberapa orang, Natal adalah pengingat akan kegelapan dari lingkungan yang menyakitkan. Itu tidak membawa kabar dari sebuah kesukaan besar. Mungkin Anda menghadapi Natal pertama Anda tanpa pasangan atau orang tua Anda. Mungkin Anda diingatkan setiap musim Natal akan kerinduan Anda untuk seorang pasangan. Kesendirian bisa membuat merayakan hari raya menjadi terlalu berat untuk dipikul. Mungkin meja Anda kehilangan seorang anak tersayang yang tidak patuh, dan hal-hal terlihat tidak sama tanpanya. Mungkin orang tua Anda bercerai dan Anda berpindah antara dua rumah pada hari Natal, ketika teman-teman Anda menghabiskan waktu bersama keluarga. Natal terasa mengisolasi dan tidak berarti ketika seluruh hal tidak sesuai dengan seperti seharusnya.
Kegelapan apa pun yang Anda hadapi pada Natal ini, ketahuilah ini: dengan semua lagu-lagu dan perayaan yang mengarah pada semangat yang baik dan kesukaan besar, Natal mengingatkan kegelapan bukanlah seperti apa pun yang pernah kita rasakan, melainkan suatu kegelapan yang membawa cahaya ke dunia yang jatuh.
Sakit yang Menusuk Jiwa Maria
Sementara Natal adalah tentang menyingsingnya kesukaan besar dalam kedatangan Juru Selamat kita, itu juga memberi pertanda kegelapan dari penyaliban-Nya. Simeon memberitahu Maria tentang tujuan anaknya, bahwa sebuah pedang akan menusuk jiwanya sendiri (Lukas 2:35). Maria, wanita yang hatinya dihangatkan oleh anaknya melalui setiap tendangan dalam rahim. Maria, wanita yang mengurus dan mememberi popok bagi Anak Allah. Maria, wanita yang mencintai dan membesarkan anaknya seperti apa yang akan dilakukan oleh setiap ibu. Dan, sementara Dia bukan anak biasa, Dia tetaplah anaknya. Mengandung Anak Allah tidak membuatnya kehilangan rasa pada kenyataan rasa sakit pengasuhan yang sering terjadi, dan kesakitannya amat mengerikan. Tidak ada manusia di bumi yang merasakan beban dari tujuan Kristus seperti dirinya. Sementara banyak yang bergembira untuk kedatangan-Nya, suatu hari nanti ia akan menghadapi kedukaan yang menyiksa karena melihat anaknya menderita di kayu salib untuk dosanya dan dosa kita.
Mudah untuk mengidolakan Maria sebagai manusia super dengan anugerah, siap untuk melakukan apa saja yang diminta padanya. Meskipun ia adalah seorang yang jelas-jelas saleh, ia tetaplah seorang manusia. Ia tetaplah seorang ibu. Inilah yang dimaksudkan Simeon dalam nubuatannya. Dengan penebusan dosa kita datanglah kesakitan seorang ibu bagi Maria. Saat dia menatap bayi kecil di palungan itu, dia mungkin tidak sepenuhnya memahami semua yang akan terjadi, tetapi Allah Bapa mengerti. Kelahiran Juru Selamat kita membawa bayangan kegelapan tidak menyenangkan yang akan datang.
Penderitaan Pilihan Allah
Maria mungkin tidak sepenuhnya mengerti untuk apa Yesus diutus, tapi Allah Bapa tahu kesedihan yang akan segera terjadi ini dan menetapkannya demikian (Yesaya 53:10). Yesus mengetahui apa yang diharapkan dari Dia, dan Dia tersiksa oleh kedukaan dan penderitaan yang akan menantinya di Kalvari (Lukas 22:39-46). Dengan puji-pujian setiap gembala dan hadiah orang Majus, Bapa tahu bahwa persekutuan yang sempurna akan segera hancur sejenak untuk dosa. Di dalam bukunya When God Weeps: Why Our Sufferings Matter to the Almighty, Joni Eareckson Tada menulis tentang dukacita Bapa dan Anak di kayu salib:
Sang Bapa melihat saat permata hati-Nya, gambaran rupa-Nya, masuk tenggelam ke dosa yang mentah dan cair. Kemarahan Yahweh yang disimpan terhadap umat manusia dari setiap abad meledak dalam satu arah. "Bapa! Bapa! Mengapa Engkau meninggalkan Aku?!" Akan tetapi, surga menutup telinganya. Sang Anak melihat ke atas pada Dia yang tidak bisa, tidak akan, menjangkau dengan jawaban. Tritunggal telah merencanakannya. Sang Anak menanggungnya. Roh Kudus memampukan-Nya. Sang Bapa menolak Anak yang dikasihinya. Yesus, Tuhan yang menjadi manusia dari Nazaret, binasa. Sang Bapa menerima penebusan-Nya akan dosa dan terpuaskan. Penyelamatan terpenuhi. Allah meletakkan gergaji-Nya. Dialah yang meminta kita untuk memercayai-Nya ketika Dia memanggil kita untuk menderita.
Dengan kesukaan akan seorang bayi kecil di palungan datanglah realitas yang telah dijanjikan bahwa kesukaan itu akan berubah menjadi kedukaan sementara. Kita memiliki Bapa surgawi yang sempurna yang mengerti arti dari berduka atas kehilangan. Kegelapan Natal kita bukanlah suatu yang asing bagi Allah. Dia tidak jauh. Dia di sini bersama kita, karena Dia mengenal kita sangat dalam dan jalan bersama kita dalam kesakitan kita. Dia juga menanggung kesakitan yang mendalam.
Ketika kita berpikir tentang Natal dan merasakan patah hati untuk menghadapi hari raya lainnya dengan tangisan, kita memiliki harapan. Sementara Maria menghadapi kedukaan yang menusuk hati saat dia melahirkan anaknya, kedukaan ini adalah untuk kebaikan kita semua. Ketika Allah Anak menderita dalam penyaliban, oleh penderitaan ini kita disembuhkan (Yesaya 53:5), dan Dia adalah seorang imam besar yang bisa bersimpati dengan penderitaan kita (Ibrani 4:15).
Kegelapan apa pun yang Anda hadapi pada Natal kali ini, itu bukanlah akhir dari hidup Anda. Mungkin saja itu berlangsung seumur hidup. Mungkin saja rasanya seperti tidak akan usai. Itu mungkin mengancam melemahkan Anda dengan sering. Dan, itu nyata. Namun, kita bisa berduka pada masa ini dengan harapan bahwa suatu hari Bayi yang telah datang di palungan akan menyeka setiap tetes air mata dari mata kita dan membuat berkat-Nya mengalir untuk kita selamanya (Wahyu 21:4). Kegelapan yang melayang di atas buaian-Nya tidak menang. Dan, itu tidak akan menang atas kita juga. (t/R.S. Victoria)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | The Gospel Coalition |
Alamat situs | : | https://thegospelcoalition.org/article/the-darkness-of-christmas |
Judul asli artikel | : | The Darkness of Christmas |
Penulis artikel | : | Courtney Reissig |