Semangat Natal: Merayakan Pemberian Kasih Allah
Suasana Natal sudah terasa di mana-mana. Baik di gereja, juga di mal. Lampu-lampu Natal dan hiasan-hiasannya mulai terpasang dan terpajang. Kumandang lagu-lagu Natal pun semakin bisa terdengar kalau kita berjalan di sepanjang koridor toko-toko di pusat perbelanjaan modern. Itukah semangat Natal?
Beberapa waktu lalu saya menonton film yang mencoba mengangkat cerita klasik karya Charles Dicken "A Christmas Carol", ke alam modern. Kisah ini menampilkan sosok Scrooge yang membenci Natal karena hanya menghambur-hamburkan uang. Melalui serangkaian mimpi yang dialaminya -- ia dibawa ke masa lalunya, berpindah ke masa sekarang, dan akhirnya ke saat kematiannya -- ia disadarkan telah kehilangan hal berharga selama ini, yaitu semangat Natal untuk memberi dan berbagi dengan keluarganya (keponakannya) dan dengan orang-orang lain. Jadi semangat Natal adalah berbagi dan memberi?
Sayang sekali kisah yang mengharukan tadi hanya memberikan kulit luar dari semangat Natal sesungguhnya. Semangat berbagi dan memberi bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, bahkan pada siapa saja, tanpa penghayatan yang sungguh-sungguh akan pemberian terbesar sepanjang sejarah dan yang memberikan dampak kekekalan. Semangat berbagi dan memberi bisa terjadi karena motivasi mendapatkan keuntungan balik bagi yang memberi dan berbagi.
Namun semangat Natal bukan sekadar berbagi dan memberi. Semangat Natal sesungguhnya adalah semangat Kasih yang mengurbankan diri demi kebaikan orang lain. Semangat itu bukan semangat manusiawi melainkan semangat ilahi, semangat yang dilandaskan pada kasih ilahi.
Semangat Natal nyata lewat pengurbanan terbesar Bapa dengan memberikan Anak-Nya yang tunggal bagi keselamatan isi dunia ini. Pemberian Bapa adalah pemberian kurban. Bukan hanya memberikan Anak-Nya untuk manusia; Anak-Nya sendiri mengurbankan diri-Nya untuk memberi kehidupan kepada orang berdosa. Mengapa Ia memberikan Anak-Nya yang tunggal, yang terkasih buat kita? Karena Ia menganggap kita juga sebagai umat-Nya yang terkasih. Pada masa Perjanjian Lama, Allah begitu mengasihi dunia ini sehingga Ia memberikan anak-Nya, umat Israel, untuk menjadi terang keselamatan bagi bangsa-bangsa lain. Umat Israel disebut harta kesayangan Allah. Namun, keberadaan umat kesayangan Allah itu adalah untuk menyatakan kasih Allah juga kepada bangsa-bangsa lain. Itulah fungsi Israel sebagai model bangsa yang kudus dan kerajaan imamat untuk membawa bangsa-bangsa lain menyembah satu-satunya Allah sejati.
Allah mengasihi Anda, sama seperti Dia mengasihi Anak-Nya sedemikian sehingga Ia rela mengurbankan Anak-Nya demi Anda dan saya diperdamaikan kepada-Nya. Inilah yang kita rayakan pada hari Natal. Kasih yang bukan hanya nyata pada satu waktu 2000 tahun yang lalu, tetapi yang meluas sepanjang kehidupan dan pelayanan Tuhan Yesus di dunia ini. Tetapi kasih itu tidak berhenti di sini. Kasih Allah adalah kasih yang terus menerus merengkuh manusia sepanjang zaman.
Semangat Natal dilandasi oleh pemberian Allah yang bukan pemberian berefek satu kali melainkan berefek kekal bagi yang menerimanya. Efek kekal itu adalah pengampunan dosa, pelepasan dari kematian rohani, dan kekekalan hidup sebagai anak-anak-Nya. Saat kita memberi kado kepada kekasih kita, atau keluarga terdekat, atau teman terkarib, yang kita berikan apa pun itu selalu memiliki masa kedaluwarsa. Makanan paling tahan beberapa hari atau minggu. Pakaian mungkin lebih panjang umurnya, demikian juga dengan buku, peralatan rumah tangga, dst.. Bahkan ketika kita memberi perhiasan, rumah, tabungan, dan banyak lagi harta yang memiliki masa pakai yang sangat panjang, tetap saja tidak selama-lamanya. Apa yang menyebabkan pemberian itu menjadi begitu berharga? Karena di balik pemberian itu ada kasih. Kasih yang menyertai atau yang menggerakkan pemberian itu jauh lebih panjang bahkan ketika pemberian itu sendiri sudah tidak ada. Demikian kenang-kenangan dari pemberian manusia. Namun, kasih Allah dan pemberian-Nya karena kasih itu, kedua-duanya kekal. Dia tidak pernah berhenti mengasihi anak-anak-Nya, dan pemberian-Nya memastikan setiap anak-Nya akan merasakan dan menikmati kasih-Nya secara kekal. Kristus adalah pernyataan kasih Allah, sekaligus pemberian Allah sebagai kepastian kita menikmati kasih kekal-Nya. Adakah yang lebih besar dan dahsyat daripada kasih seperti ini. Semangat Natal sejati tidak pernah berakhir.
Semangat Natal adalah berbagi dengan semua orang akan kasih dan pemberian Allah bagi umat manusia. Natal bukan hanya milik orang Kristen karena Kristus datang ke dalam dunia untuk semua manusia, tidak membedakan latar belakang, budaya, bangsa, dan bahasa, bahkan status sosial.
Natal pertama dirayakan oleh sejumlah kecil gembala Efrata bersama dengan para malaikat di surga. Natal kedua mungkin oleh para majus, raja-raja dari Timur yang merayakannya bersama dengan tanda bintang yang bersinar terang.
Natal harus dirayakan bukan dengan sikap eksklusif, tetapi dengan mengundang setiap orang masuk dalam anugerah keselamatan Allah. Natal menjadi kesempatan buat setiap Kristen berbagi Kristus kepada tetangganya. Natal menjadi peluang buat setiap anak Tuhan melayani sesama, termasuk mereka yang tersisih dan dipandang sebelah mata oleh orang dunia, dan juga mereka yang berada di lembah kenistaan dan dosa.
Natal adalah merayakan Pemberian Kasih Allah. Entah sudah kali ke berapa Anda dan saya merayakan Natal. Entah masih ada berapa kalikah kesempatan Anda dan saya merayakan Natal. Jangan-jangan, tahun ini yang terakhir! Kalau tahun ini adalah perayaan Natal Anda yang terakhir, bagaimana Anda akan merayakan Natal? Apakah sekadar bertukar hadiah, beramal sedekah kepada mereka yang kekurangan, atau membagikan Kristus, hadiah terbesar, dengan efek kekal untuk semua orang tanpa memandang bulu?
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buletin: PARTNER, Tahun XXIII, Edisi 6, 2009
Penulis: Hans Wuysang
Penerbit: Yayasan Pancar & Pijar Alkitab
Halaman: 1 -- 2 dan 15