Perayaan Natal yang Sejati
Dalam kita merayakan suatu peristiwa yang mulia, yaitu kelahiran Yesus, di mana Allah telah menjadi manusia, kadang-kadang kita diperhadapkan dengan tuduhan bahwa Natal adalah perayaan kafir. Apakah hal itu benar dan apakah kita harus meniadakan perayaan Natal dan pohon terang dan hal-hal lain berkaitan dengan Natal itu?
Dalam artikel ini, pertama, saya mau menjelaskan sedikit tentang latar belakang historis perayaan Natal dan kedua, tentang makna Natal bagi kita dimasa kini.
Latar Belakang Historis Perayaan Natal
Ada tiga sumber asalnya perayaan Natal yang kemudian dipersatukan dalam perayaan Natal yang kini umum di seluruh dunia:
1. Seorang sejarahwan Roma, namanya Sextus Julius Africanus, telah mengemukakan teorinya pada abad Ke-2 M bahwa tanggal penciptaan langit dan bumi adalah 25 Maret. Ini adalah berdasarkan tanggal itu dianggap Winter Solstice, yaitu hari di mana siangnya terpendek dan malamnya terpanjang dalam setahun. Itu terjadi pada musim dingin di belahan utara bumi. Sextus Julius Africanus juga mengemukan teori bahwa tanggal 25 Maret adalah tanggal di mana terjadi pembuahan Yesus dalam kandungan Maria. Maka sembilan bulan kemudian adalah 25 Desember. Maka Sextus Julius Africanus menentukan tanggal 25 Desember itu sebagai tanggal kelahiran Yesus.
2. Sumber kedua adalah kebiasaan merayakan Sol Invictus (Matahari yang tak terkalahkan) dalam Kerajaan Roma sampai Abad ke-4 yang telah dirayakan pada tanggal 25 Desember. Sekaligus di minggu sebelumnya ada perayaan Saturnalia 17-25 Desember, ketika masyarakat berpesta dan saling menukar hadiah. Mereka telah memilih satu orang untuk menjadi korban yang sangat disiksa dan dihina selama minggu itu lalu diakhiri dengan pengorbanannya pada tanggal 25 Desember. Selama minggu itu tak ada yang dilakukan orang yang dianggap sebagai dosa sehingga semua orang boleh berpesta pora – mabuk, jalan telanjang di jalan, mencuri, memperkosa, dan segala jenis dosa lainnya dan tidak akan dihakimi. Umat Kristen telah mengemukakan bahwa Yesus adalah “Matahari yang tak terkalahkan” itu yang sudah dinubuatkan dalam Maleakhi 4:2, “Tetapi kamu yang takut akan nama-Ku, bagimu akan terbit Surya Kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya.”
3. Tanggal 25 Desember juga adalah tanggal lahir dewa Indo-Eropa, yaitu, Mithra, ilah terang, dan adalah populer antara para laskar Roma. Umat Kristen kemudian menerangkan bahwa Yesus adalah Terang Dunia yang sejati sehingga dijelaskan bahwa kelahiran Yesus membawa terang Allah ke dalam dunia yang gelap. Maka, tanggal itu dikristenkan seperti hal-hal yang di atas.
Gabungan dari ketiga sumber itu yang semuanya jatuh pada tanggal 25 Desember telah menjadi dasar pemberitaan Injil dan kelahiran Yesus ke dalam dunia. Setelah Kaisar Konstantin menjadi Kristen pada tahun 332 M, Kekristenan menjadi agama resmi Kerajaan Roma, maka tanggal 25 Desember diambil sebagai tanggal perayaan kelahiran Yesus mulai tahun 336 M. Namun tanggal itu tidak diterima dari semua kalangan Kristen menjadi perayaan umum Natal hingga Abad Ke-9. Akhirnya, Umat Kristen telah mengadopsi dan mengubah pesta-pesta kafir sebagai usaha memenangkan bangsa-bangsa kafir menjadi Kristen. Di abad-abad awal orang-orang Kristen sudah tahu itu bukan tanggal lahir Yesus, hanya tanggal perayaannya sebagai usaha memenangkan dunia kafir, sehingga pesta kafir menjelma (metamorphosis) menjadi Hari Natal. Masa kini, sebaliknya, kebanyakan Umat Kristen beranggapan bahwa itu adalah tanggal sesungguhnya Yesus lahir.
Professor Joseph A Fitzmyer, Profesor Emeritus Penyelidikan Alkitab Universitas Katolik America setelah menyelidiki semua catatan sejarah dan Alkitab telah mengambil kesimpulan yang kini diterima secara umum oleh para ahli sejarah dan Alkitab bahwa Yesus telah lahir pada tanggal 11 September sekitar tahun 3 atau 4 sM.
Kejahatan dalam Perayaan Natal dalam Sejarah
Pada tahun 1466, Paus Paulus Ke-2, untuk menyenangkan masyarakat Roma telah menghidupkan kembali tradisi Perayaan Saturnalia, pesta kafir itu, tetapi secara khusus untuk menghina masyarakat Yahudi yang harus lari telanjang di jalan raya di depan Kota Vatikan. Orang-orang Yahudi itu dipaksa makan banyak sekali makanan sebelum lari sehingga mereka sangat kesakitan lalu masyarakat, termasuk Paus, mengejek mereka dan ketawa dengan gembira waktu melihat orang-orang Yahudi dihina dan jatuh kesakitan.
Hal ini dilanjutkan oleh Gereja Katolik pada Abad Ke-18 sampai Abad Ke-19 di mana para Rabi Yahudi harus mengenakan pakaian seorang badut dan mereka diejek, dilempari dan disiksa. Pada tahun 1836, masyarakat Yahudi mengirim surat yang meminta Paus menghentikan praktek itu, tetapi dia menolak permintaan mereka. Pada tahun 1881, di Polandia, 12 orang Yahudi dibunuh dalam penghinaan acara Natal dan banyak sekali rumah dan toko Yahudi dibakar. Secara khusus, penghinaan terhadap masyarakat Yahudi telah berhenti di Eropa setelah Hitler membunuh enam juta orang Yahudi pada waktu Perang Dunia Ke-2.
Asalnya Pohon Natal dan Pemberian Hadiah
Pohon Natal berasal dari penyembahan berhala kultus Asheira, di mana masyarakat Eropa telah mengambil pohon pinus kecil dan membawanya ke dalam rumah mereka untuk menyembahnya sebagai dewa. Mereka telah menghiasinya untuk membuat pohon mereka lebih indah. Pada waktu suku-suku itu diinjili, tradisi mereka dikristenkan pula dan dijadikan gambaran kehidupan baru dan dihiasi dengan lampu-lampu untuk menunjukkan bahwa Yesus adalah pohon terang yang menyinari seluruh bumi.
Pemberian hadiah seperti di perayaan Saturnalia dikristenkan karena Santo Nikolaus (270-345 M) telah punya tradisi memberi hadiah. Dia dikuduskan sebagai Santo pada Abad Ke-19 dan ini asalnya Santo Nikolaus atau Santa Claus. Lalu, hadiah-hadiah yang mau diberikan biasanya diletakkan di bawah pohon Natal lalu dibagikan pada pagi hari pada tanggal 25 Desember itu.
Perayaan Natal yang Sejati
Walaupun Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember dan tanggal itu adalah gabungan berbagai perayaan kafir, tanggal tersebut dan perayaan Natal bisa saja kita terima sebagai tanggal perayaan di seluruh dunia untuk merayakan kedatangan Juruselamat ke dalam dunia. Pada waktu bulan Desember kita memiliki kesempatan luar biasa menjadi saksi Yesus dan untuk memberitakan Injil. Tanggalnya tidak terlalu penting. Yang terpenting adalah kesempatan dan kebebasan pemberitaan Injil itu.
Kita melihat dalam pelayanan Rasul Paulus di Athena, ia menggunakan prinsip yang sama. Dalam Kisah 17:23, Paulus berkata kepada masyarakat Yunani, “ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu.” Paulus menggunakan kata “theos” yang adalah kata untuk “dewa” dalam bahasa Yunani untuk menjelaskan bahwa Yesus adalah “theos” (dewa atau ilah) yang benar. Dengan demikian, Paulus membawa bangsa Yunani yang percaya kepada satu Allah, bukan ratusan dewa sehingga mereka menjadi percaya kepada Yesus.
Dalam cara yang sama, kita merayakan Natal, bukan sebagai tanggal yang sesungguhnya, tetapi sebagai tanggal perayaan agar dunia mengenal kasih Allah. Bahwa Sang Juruselamat telah lahir ke dalam dunia yang gelap dengan membawa kasih dan terang Allah kepada semua manusia. Yesus adalah hadiah Allah kepada kita. Jadi, mari kita merayakannya dengan sukacita, kasih dan semangat membagikan kasih-Nya kepada semua manusia.
Syalom, dan selamat Natal!
(Oleh DR. Jeff Hammond, Penatua Jemaat Abbalove Ministries)