Kisah-kisah tentang Yesus
Yesus datang untuk memberitakan Injil Allah -- dan Dia datang untuk bercerita. Kisah-kisah Yesus yang paling terkenal adalah perumpamaan-perumpamaan. Perumpamaan-perumpamaan itu bukanlah cerita-cerita membosankan yang dimaksudkan untuk menyampaikan pesan-pesan sentimental. Perumpamaan-perumpamaan itu tidak bersifat moralistik, seperti fabel-fabel Aesop yang terkenal. Perumpamaan-perumpamaan itu bukanlah dongeng, seperti dongeng-dongeng yang berkembang di Eropa pada abad pertengahan. Perumpamaan-perumpamaan itu juga bukan cerita yang ditujukan untuk anak-anak, meskipun anak-anak sering kali menjadi orang pertama yang memahaminya. Dalam perumpamaan-perumpamaan itu, Yesus tidak mementingkan perbaikan diri atau pesan-pesan moral yang basi. Sama sekali tidak.
Anak Allah sendiri, Allah yang menjadi manusia, yang membagikan perumpamaan-perumpamaan itu kepada kita. Karena alasan ini, perumpamaan-perumpamaan Yesus tidak lain adalah untuk menyatakan kerajaan surga dan kuasa Allah yang maha kuasa yang diekspresikan dalam penghakiman dan anugerah. Perumpamaan-perumpamaan itu menerangi karakter Allah dan kekerasan hati manusia yang berdosa.
Kadang-kadang perumpamaan-perumpamaan itu menarik orang-orang berdosa masuk ke dalam kerajaan Allah. Terkadang perumpamaan-perumpamaan itu membingungkan orang-orang yang mendengar Yesus bercerita. Kebingungan mereka sering kali mengungkapkan kebutaan rohani dan kekerasan hati.
Perumpamaan-perumpamaan itu seperti granat tangan. Yesus mengeluarkan granat itu dan meletakkannya di hadapan para pendengar-Nya. Kemudian ... Ia mencabutnya. Dengarkanlah baik-baik, karena perumpamaan itu akan meledak. Jika Anda melewatkan ledakan dari cerita itu, Anda telah melewatkan kekuatan dari perumpamaan itu. Ada alasan mengapa perumpamaan-perumpamaan Yesus begitu berkesan. Kita tidak bisa mengabaikannya. Kita tidak bisa melarikan diri dari mereka. Kita tidak bisa melupakannya.
Sering kali, perumpamaan-perumpamaan itu membuat para pendengar Yesus marah karena mereka menyadari bahwa Dia berbicara bukan hanya kepada mereka tetapi juga tentang mereka.
Kita mungkin berpikir bahwa kekuatan perumpamaan-perumpamaan itu datang dari kemampuan kita untuk memahaminya, tetapi Yesus sebenarnya mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa mereka hanya mengerti perumpamaan-perumpamaan itu karena anugerah Allah telah membuka mata mereka untuk melihat dan telinga mereka untuk mendengar. Hal yang sama juga berlaku bagi kita. Pada kenyataannya, mungkin bukan kita yang memahami perumpamaan itu, melainkan perumpamaan itu yang memahami kita.
Orang yang mendengar perumpamaan Yesus -- benar-benar mendengarnya -- diterima di dalam Kerajaan Surga. Mereka yang menolak untuk mendengarkan perumpamaan-perumpamaan itu ada di dalam kerajaan Iblis, si Jahat. Yesus sendiri yang mengatakan hal ini kepada kita.
Perumpamaan-perumpamaan itu membuka hati untuk menerima kehidupan kekal dan pengampunan dosa, tetapi perumpamaan-perumpamaan itu juga membuat beberapa orang sangat marah sehingga mereka bertekad untuk membunuh Yesus. Dan, mereka membunuh Dia.
Pada tingkat yang paling dasar, perumpamaan adalah sebuah cerita perbandingan, menggunakan perumpamaan atau metafora untuk menolong para pendengar beralih dari realitas yang sudah dikenal ke pemahaman yang lebih dalam tentang suatu kebenaran yang penting. Kadang-kadang, perbandingannya sangat jelas, seperti ketika Yesus memulai perumpamaan dengan kata-kata seperti, "Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi." Perumpamaan yang dimulai dengan perbandingan yang sederhana biasanya membuka jendela bagi pemahaman kita, mengungkapkan dan memperjelas kebenaran tentang kerajaan Allah. Di lain waktu, perbandingannya jauh lebih rumit dan tertanam dalam narasi, seperti ketika Yesus menceritakan perumpamaan tentang penabur. Ketika Yesus memulai perumpamaan dengan tokoh yang mengambil tindakan (misalnya, "Seorang penabur pergi menabur"), waspadalah -- perbandingan yang eksplosif akan terjadi, dan cerita ini akan memperluas pemahaman Anda tentang bagaimana Injil bekerja di dalam hati manusia. Terkadang, kita belajar paling baik melalui sebuah cerita yang membuat kita melihat apa yang kita lewatkan. Cerita dapat mendorong kebenaran jauh ke dalam hati manusia ketika tidak ada hal lain yang dapat melakukannya. Perumpamaan-perumpamaan menjadi sangat kuat justru karena perumpamaan-perumpamaan itu membuat kita lengah.
Sebagai seorang anak muda Kristen, saya sering mendengar perumpamaan yang digambarkan sebagai "cerita duniawi dengan makna surgawi". Itu bukanlah deskripsi yang buruk, tetapi perumpamaan-perumpamaan itu bukan hanya tentang surga; perumpamaan-perumpamaan itu tentang kerajaan surga, Kerajaan Allah. Perumpamaan-perumpamaan ini adalah tentang kesetiaan pada masa sekarang dan juga tentang janji-janji Allah untuk masa depan. Semua itu adalah tentang pemerintahan Allah, sekarang, dan di dalam kepenuhan Kerajaan-Nya di masa depan. Semua itu adalah tentang kabar baik -- Injil -- dan tidak ada satu pun yang dapat dipahami selain dari Injil.
Sehubungan dengan itu, kita harus waspada terhadap godaan untuk mengibaratkan perumpamaan-perumpamaan ini, yang berisiko salah membaca teks dan tersesat dalam detail-detailnya sehingga mengorbankan efek yang dimaksudkan oleh perumpamaan tersebut. Selama berabad-abad, perumpamaan-perumpamaan itu terkubur dalam lapisan demi lapisan penafsiran alegoris. Sebagai contoh, ada yang menyatakan bahwa cincin yang dipasang di jari anak bungsu dalam perumpamaan tentang anak yang hilang melambangkan baptisan. Setiap detail dalam perumpamaan digeledah untuk mencari makna yang menunjuk pada sesuatu yang lain. Sebenarnya, cincin dalam perumpamaan itu berarti sebuah cincin, sebuah simbol dari status sebagai anak. Menekannya lebih jauh lagi akan merampas kekuatan perumpamaan itu. Para Reformator Protestan benar ketika mereka menunjukkan kepada kita arti yang sebenarnya dari teks tersebut. Kita akan berusaha untuk melakukan hal yang sama. Kita akan melihat kepada Yesus untuk memberitahukan kepada kita apa arti dari perumpamaan-perumpamaan itu.
Memang, Kristus telah datang dan kerajaan itu nyata. Namun, Tuhan yang telah disalibkan, dibangkitkan, dan naik ke surga akan datang kembali, dan Kerajaan-Nya suatu hari nanti akan ditegakkan dalam kepenuhannya yang tak terbatas. Ketika kita belajar dari perumpamaan-perumpamaan Yesus, kita berdoa dengan doa yang diajarkan Alkitab kepada kita dalam kata-kata penutup Kitab Suci: "Datanglah, Tuhan Yesus!" (t/Jing-jing)
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | Albert Mohler |
Alamat situs | : | https://albertmohler.com/2022/08/11/the-stories-of-jesus |
Judul asli artikel | : | The Stories of Jesus |
Penulis artikel | : | R. Albert Mohler |
Tanggal akses | : | 21 November 2023 |