Mengapa Yesus Datang?

Setiap hari Natal, semua orang di dunia kembali diperhadapkan dengan satu pertanyaan: Mengapa Yesus datang? Pertanyaan tersebut ditampilkan oleh lagu-lagu Natal yang kita dengar lewat radio atau dekorasi adegan palungan yang terlihat di etalase toko. Bahkan setelah berita-berita perang, di radio kita mendengar lagu "Hai Dunia, Gembiralah". Kita melihat orang-orang yang berbelanja melintasi dekorasi adegan palungan membawa hadiah-hadiah yang mahal, tampaknya mereka tidak peduli dengan berjuta-juta penduduk dunia yang kelaparan. Kita didorong untuk bertanya dalam hati. Apa maksud kelahiran ini? Mengapa Yesus datang ke dunia?

Yesus berkali-kali berbicara tentang tujuan kedatangan-Nya. Mari kita perhatikan 5 penjelasan berikut dengan teliti dan mencoba memandang Yesus sebagai jawaban bagi pertanyaan kita.

  1. Dia datang untuk membawa hidup.
  2. Yesus berkata, "Aku datang supaya manusia mendapat hidup -- hidup berlimpah-limpah." (Yohanes 10:10b BIS) Sesungguhnya Yesus mengenal hati manusia saat dia berkata demikian. Setiap orang mengharapkan hidup dalam kelimpahan, memiliki hal-hal terutama dalam hidup. Bahkan, bagi orang-orang yang sudah ada dalam keadaan yang sangat baik pun tetap menginginkan hidup yang lebih baik dari hidupnya sekarang.

    Peristiwa-peristiwa seperti kematian orang yang terkasih atau kehilangan pekerjaan bisa membuat orang saling berhadapan dengan dirinya sendiri dan mendorong mereka untuk bertanya tentang arti hidup. Kita semua ingin tahu untuk apa kita hidup dan kehidupan apa yang telah disiapkan bagi kita. Kita ingin hidup kita berguna. Akan tetapi, berkali-kali kita memiliki perasaan yang aneh sehingga kita kehilangan bagian terbaik dalam hidup. Kita tidak ingin memiliki hidup seperti air yang merembes dari sela-sela jari kita sebelum kita mendapatkan kesempatan untuk menikmatinya. Yesus secara langsung menjawab kerinduan ini saat Dia berkata bahwa Dia datang untuk memberikan kehidupan yang berkelimpahan bagi kita.

  3. Dia datang untuk memanggil orang-orang berdosa.
  4. Ketiga Injil pertama mencatat bahwa Yesus berkata, "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Matius 9:13; Markus 2:17; Lukas 5:32) Dia berkata kepada orang-orang Farisi, para pemimpin agama dan sosial pada masanya. Orang-orang tersebut menyombongkan diri karena mampu menjalankan hukum Taurat. Mereka hidup sesuai dengan aturan yang ada, setidaknya begitulah anggapan mereka, dan oleh karena itu, mereka menganggap bahwa diri mereka benar di hadapan Allah. Mereka merasa bahwa tidak ada sesuatu pun yang dituntut dari mereka sebelum mereka berdiri menghadap hadirat Allah. Dalam kesadaran mereka untuk menjaga kekudusan diri, orang-orang Farisi ini tidak mau bergaul dengan orang-orang kalangan bawah, yang mereka sebut "para pendosa."

    Ketika Yesus datang ke dunia, Dia menghabiskan waktu-Nya dengan orang-orang biasa. Ketika orang-orang Farisi mempertanyakan keakraban-Nya dengan orang-orang berdosa itu, jawaban-Nya jujur dan langsung ke sasaran. Dia berkata bahwa bukan orang yang sehat yang memerlukan dokter, tetapi orang sakit. Dia mengingatkan orang banyak bahwa apa yang Allah inginkan dari mereka bukanlah kesalehan lahiriah, tetapi kemurnian batiniah. Allah tentu menghendaki mereka untuk menjaga diri dari melakukan pembunuhan, perzinahan, atau pencurian menurut hukum dan peraturan lahiriah. Akan tetapi, Dia juga meminta agar mereka tidak membenci, iri hati, atau dipenuh hawa nafsu dalam hati. Mereka mungkin bisa menjalankan hukum lahiriah yang tertulis, tetapi kehidupan batiniah mereka, hati mereka, mungkin berkata lain. Karena keseluruhan cara pandang mereka tentang kebenaran berhubungan dengan tindakan ke luar dan bukan dengan pemikiran ke dalam mereka, mereka merasa bahwa mereka benar di hadapan Allah padahal kenyataannya mereka tidak demikian. Mereka tidak mampu melihat perlunya mereka berpaling dari dosa karena mereka tidak dapat melihat diri mereka sendiri sebagai pendosa di hadapan Allah. Mereka merasa tidak perlu mengakui dosa-dosa mereka kepada Allah, bertobat, dan berbalik dari ketidakbenaran.

    Yesus berkata keras kepada orang-orang Farisi. Dia berkata bahwa selama mereka menganggap diri mereka benar, pesan-Nya tidak dapat masuk ke dalam hidup mereka karena Dia tidak datang untuk memanggil orang-orang yang merasa diri benar, tetapi untuk memanggil mereka yang menyadari bahwa mereka adalah orang-orang berdosa. Dia mengajarkan bahwa semua orang adalah pendosa, entah mereka menyadarinya atau tidak. Perhatikanlah penilaiannya yang terus terang tentang keadaan manusia: "sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:21-23)

    Daftar di atas tidak menyenangkan, tetapi Yesus mengatakannya secara apa adanya. Dia tidak menyembunyikan fakta atau mengurangi kebenaran, betapapun pahitnya itu. Alhasil, entah kita melihat perselisihan dunia atau menyelidiki kedalaman hati kita, kita tahu bahwa diagnosa Yesus atas penyakit manusia memang benar. Bacalah daftar dosa tersebut sekali lagi. Apakah daftar tersebut menggambarkan dosa-dosa Anda? Oh, Anda mungkin berkata, aku bukan seorang pembunuh atau pezina, dan aku juga tidak mencuri apa pun dari sesamaku. Akan tetapi, lihatlah hal pertama dari daftar ini: pikiran jahat. Apakah Anda pernah merasa iri? Apakah Anda pernah menjadi sombong dan congkak? Apakah Anda pernah memiliki pikiran yang dipenuh hawa nafsu? Sesungguhnya, jika mau jujur melihat diri kita sendiri, kita harus mengakui bahwa analisis Yesus memang benar. Kita adalah pendosa, baik dari satu hal maupun hal yang lain kita telah memberontak terhadap Allah. Para penulis Alkitab menggunakan bermacam-macam kata untuk menggambarkan dosa kita dan konsekuensinya, seperti "meleset dari sasaran", "ketidaktaatan pada teguran", "kegagalan", "pelanggaran", "pelanggaran hukum", dan "menimbulkan perselisihan". Ketika kita mengakuinya dengan jujur, kita akan mulai mengerti bahwa Yesus datang ke dunia demi kita, umat manusia.

  5. Dia datang untuk menyelamatkan dunia.
  6. Menjelang akhir masa pelayanan-Nya di dunia, Yesus berkata: "... sebab Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya." (Yohanes 12:47) Inilah berita luar biasa bagi kita yang mengerti bahwa kita pendosa. Kita tahu bahwa kita bersalah di hadapan Allah. Kita tahu kita tidak dapat berdiri di hadapan Allah. Kita tahu bahwa Allah tidak akan menutup mata atas dosa-dosa kita, tetapi seharusnya menghukum kita.

    Jika Dia tidak menghukum kita, berarti Allah mengingkari karakter-Nya yang kudus dan sempurna. Kita sungguh menyangka bahwa ketika kita bertemu Allah muka dengan muka, kita terlebih dulu akan mendengar kata penghakiman dan penghukuman. Apakah kita berani membayangkan hal lain? Berita Perjanjian Baru yang mulia adalah bahwa Yesus tidak datang untuk menghakimi manusia; Dia datang untuk menyelamatkan mereka. Seperti yang telah kita lihat, Dia menyelesaikan misi ini dengan cara yang luar biasa.

  7. Dia datang untuk mencari yang terhilang.
  8. Suatu hari Yesus menemui pemungut cukai yang dipandang hina, namanya Zakheus. Orang-orang segera menganggap bahwa Yesus telah mengompromikan standar-Nya dengan berteman dengan pendosa ini. Yesus menjawab dengan jujur: "Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10) Dalam perkataan Yesus keadaan manusia begitu terlihat jelas. Setiap orang bukan hanya seorang pendosa yang memerlukan pengampunan dan pembersihan dari dosa; setiap orang sudah terhilang dan perlu dicari. Para penulis Alkitab setuju bahwa dosa telah memisahkan kita dari Allah. Kita sudah terhilang. Nabi Yesaya menyatakan kebenaran ini melalui kata-kata yang tak terlupakan: "Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri." Kita bisa bersukacita karena Yesaya melanjutkan kata-katanya, meyakinkan kita bahwa Allah sudah berinisiatif untuk menyelamatkan domba-Nya yang terhilang: "... tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian." (Yesaya 53:6)

    Manusia tidak hanya berdosa, mereka juga terhilang. Allah tidak hanya menyelamatkan kita, Dia juga yang berinisiatif untuk mencari kita. Kata-kata ini merujuk pada suatu masa ketika Allah dalam kasih-Nya mengutus Anak-Nya, Yesus Kristus, untuk menyelamatkan kita dan membawa kita kembali kepada-Nya.

  9. Dia datang untuk memberikan hidup-Nya.
  10. Barangkali perkataan Yesus yang paling jelas dari mulut-Nya sendiri tentang tujuan kedatangan-Nya dapat ditemukan di Injil Markus 10:45: "Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Kata-kata ini membawa kita kepada inti dan pusat misi Yesus. Kita telah melihat kepentingan-Nya merujuk istilah di dalam Perjanjian Lama, "Anak Manusia". Nabi Daniel memberi tahu kita bahwa semua orang pada akhirnya akan melayani Dia. Sekarang Yesus mengatakan bahwa Dia tidak datang untuk dilayani, melainkan untuk melayani. Dia datang untuk melakukan sesuatu bagi kita. Dia tidak datang untuk mengambil sesuatu dari kita, tetapi untuk memberi sesuatu bagi kita.

Banyak orang yakin bahwa Injil mengajar kita untuk melakukan perbuatan baik, dan hal ini akan membuat kita berkenan kepada Allah. Tidak ada yang dapat melampaui kebenaran. Seorang pemimpin Kristen berkata demikian: "Satu-satunya yang bisa saya berikan untuk keselamatan saya sendiri adalah dosa yang olehnya saya perlu diselamatkan." Pesan Alkitab bukanlah tentang apa yang dapat kita lakukan bagi Allah, tetapi tentang apa yang Allah telah lakukan bagi kita di dalam Yesus Kristus. Banyak orang tidak pernah mencapai iman Kristen karena mereka tidak pernah memahami kebenaran sederhana ini. Yesus datang untuk melayani kita, dan jika menjadi orang Kristen, tugas utama kita bukan untuk melayani Kristus tetapi untuk dilayani oleh Kristus. Dia datang untuk melayani kita; kita harus membiarkan-Nya untuk melayani jika kita menjadi pengikut-Nya.

Bagaimana Dia melayani kita? Pernyataan terakhir dalam Markus 10:45 memperjelas hal ini. Dia memberikan hidupnya sebagai tebusan bagi banyak orang. Yesus datang untuk memberikan hidup-Nya. Dia datang untuk mati bagi kita. Demikian seseorang pernah menyatakan, "Dia datang bukan untuk menjalani hidupnya sebanyak hidup yang Dia berikan." Karena Dia tidak harus memberikan hidupnya sebagai tebusan bagi dosa-dosa-Nya sendiri (Dia sama sekali tidak berdosa), Dia dapat memberikannya untuk melayani orang lain. Demikianlah yang dilakukan-Nya.

Dia berkata bahwa Dia memberikan hidup-Nya sebagai tebusan untuk orang banyak, kematian-Nya menjadi harga tebusan yang mengembalikan hubungan kita dengan Allah. Dosa telah menjadi penghalang, yang memisahkan kita dari Allah. Kita sudah mati secara rohani, kita tidak dapat menyelamatkan diri kita sendiri, jadi Allah dalam kasih-Nya mengutus Anak-Nya untuk mati menggantikan kita. Inilah sebabnya Dia berseru di atas kayu salib, "Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" Dalam penyaliban Kristus, Allah telah memakukan seluruh dosa yang telah dilakukan manusia. Dia harus memalingkan diri kepada Yesus Kristus karena Dia mewakili para pendosa di hadapan Allah. Beberapa saat sebelum Yesus mati, Dia berkata: "Sudah selesai." Dalam bahasa Yunani ini hanyalah 1 kata, "tetelestai", yang sering dimeteraikan di atas surat utang pada zaman kuno dan berarti "dibayar." Kematian Kristus membayar semua yang diwajibkan bagi kita agar bisa berdiri di hadirat Allah. "Sudah selesai" adalah Proklamasi Emansipasi Kristen.

Para penulis Perjanjian Baru menggemakan kembali kata-kata Yesus secara berulang-ulang. Mereka semua kembali kepada bahasa "pembayaran-Nya" untuk menggambarkan apa yang telah Yesus lakukan bagi kita. Paulus berkata, "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:20) Petrus menulis, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19)

Untuk menambahkan kedua gambaran transaksional ini, dua gambaran lainnya menjelaskan bagaimana kita dibawa kembali kepada suatu hubungan dengan Allah. Istilah hukum menunjukkan bahwa, meskipun kita adalah pendosa yang bersalah di hadapan Allah Sang Hakim, Yesus dalam kematian-Nya di kayu salib menanggung kesalahan kita. Petrus mengatakan "Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah." (1 Petrus 3:18a) Paulus menulis dengan yakin, "Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus." (Roma 8:1) Jika kita ada "di dalam Kristus" (singkatan Paulus bagi orang Kristen), kita tahu bahwa sekarang dan pada hari penghakiman terakhir nanti, kita akan berdiri di hadapan Allah, "tidak dihukum". Yesus Kristus telah menanggung hukuman bagi kita.

Gambaran lain, pendamaian, dapat memberikan efek yang ampuh bagi manusia. Oleh karena dosa, manusia terpisah dari Allah, malah sebenarnya menjadi musuh Allah. "Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus ...." (2 Korintus 5:19) Seperti halnya seorang anak yang memberontak perlu dibawa kembali pada suatu hubungan dengan orang tua yang penuh kasih dan sabar, demikianlah kita dalam pemberontakan kita telah dibawa kembali kepada hubungan dengan Allah melalui karya Yesus Kristus yang mahal, satu-satunya Perantara.

Inilah inti pesan Perjanjian Baru: Yesus Kristus mati untuk menggantikan kita, orang-orang berdosa. Memahami ini berarti memahami mengapa Yesus datang ke dalam dunia. Memercayai dan mengimani ini berarti menjadi orang yang mendapatkan keuntungan yang besar dari karya-Nya yang agung. Inilah saatnya untuk hidup sebaik-baiknya. (t/Setya)

Diterjemahkan dari:

Judul buku : Knowing Jesus
Judul asli artikel : Why Did Jesus Come?
Penulis : Peter Rodgers
Penerbit : InterVarsity Press, Illinois, 1982
Halaman : 26 -- 33