Memandang Yesus Sebagaimana Para Gembala
24 Desember 2022 oleh: Francis A. Schaeffer
"Lalu, mereka cepat-cepat pergi dan menemukan Maria dan Yusuf, serta Bayi yang terbaring di palungan. Ketika para gembala melihat Dia, mereka menceritakan perkataan yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu. Dan, semua orang yang mendengar hal itu heran atas hal-hal yang dikatakan para gembala kepada mereka." Lukas 2:16โ18, AYT
Ayo, Lihat Sang Anak
Setelah para malaikat menampakkan diri kepada mereka, para gembala Betlehem berlari menuruni bukit untuk melihat bayi yang telah diceritakan kepada mereka. Mereka "cepat-cepat pergi". Kisah Lukas dalam Lukas 2:8โ18 menghubungkan terbukanya langit yang mulia, deklarasi atau nyanyian para malaikat, dan beberapa gembala biasa yang hanya menggembalakan ternak mereka. Hal yang benar-benar supernatural terjadi dalam kerangka habitat alami mereka, dan reaksi mereka sederhana dan manusiawi: "Kita telah mendengar semua hal ini, mari kita melihatnya." Dalam arti yang mendalam, tindakan intensitas keagamaan sama alaminya dengan gerakan kehidupan lainnya. Dan, mereka cepat-cepat pergi ke Bethlehem, jelas karena kenyataan dari situasi yang mereka hadapi.
Mari kita bayangkan kita bersama-sama dengan para gembala di bukit-bukit di Palestina. Kita telah melihat dan mendengar para malaikat, dan kita mulai bergegas ke Bethlehem. Kita berhamburan datang ke hadapan Maria, Yusuf, dan bayi itu, dan segera kita bertanya-tanya: apa yang sedang kita lihat?
Pertama-tama, kita melihat bayi sungguhan. Dia bukanlah sebuah ide atau pengalaman religius. Dia adalah bayi yang baru lahir, yang membuat suara dan tangisan saat lapar. Apa yang kita lihat adalah nyata, sederhana, pasti, lengkap. Kita sedang melihat bayi sejati.
Tidak ada alasan untuk berpikir bahwa bayi menunjukkan manifestasi khusus. Seorang seniman seperti Rembrandt dapat melukisnya dengan cahaya yang memancar dari tubuhnya, dan jika kita memahami cahaya sebagai simbol, itu cukup aman. Akan tetapi, jika kita menganggapnya lebih dari itu, itu berbahaya. Tidak ada lingkaran cahaya tentang kepala bayi. Tentu saja tidak ada lingkaran cahaya di sekitar kepala Maria. Apa yang kita lihat adalah seorang ibu muda Yahudi, mungkin berusia tujuh belas atau delapan belas tahun. Dia mungkin cantik atau mungkin juga tidak. Kita melihat suaminya, dan kita melihat bayi kecil yang tidak menunjukkan tanda-tanda apa pun yang membedakannya dari bayi lainnya. Namun, bayi kecil yang kita lihat terbaring di sini adalah pribadi kedua dari Trinitas. Dia sendiri telah menjadi Allah selamanya. Bayi ini adalah Allah yang menjelma menjadi manusia.
Allah Sangat Mengasihi Dunia Ini
Mengapa Allah datang ke dunia ini? Hanya jawaban alkitabiah yang memadai untuk ini: pribadi kedua dari Tritunggal telah dilahirkan karena Dia mengasihi dunia ini.
Namun, mengapa Dia datang dengan cara ini, sebagai bayi kecil? Mengapa Dia memilih untuk berbaring di palungan dan diasuh oleh seorang ibu manusia, dengan kemanisan sekaligus kelemahan dari seorang bayi yang baru lahir? Dia datang dengan cara ini karena Dia datang untuk memenuhi kebutuhan utama manusia. Dia tidak datang untuk menggulingkan pemerintahan Romawi, meskipun banyak orang Yahudi akan menyukainya. Jika Dia melakukannya, Dia akan datang dengan menunggang kuda penakluk yang hebat. Alasan utama Dia datang bukanlah untuk meningkatkan standar hidup dunia. Tentunya jika manusia modern akan memberikan suara tentang bagaimana seorang mesias seharusnya muncul, ia ingin Dia dimuat dengan kantong uang dari surga.
Dia tidak datang terutama untuk mengajar dan menghilangkan ketidaktahuan -- sehingga mungkin saat itu Dia akan datang dengan membawa buku-buku. Seorang malaikat telah mengungkapkan kepada Yusuf tugas utama yang untuknya Dia datang: "Engkau akan menamai Dia Yesus karena Dia akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka." (Mat. 1:21). Dia ada di sini untuk memotong kegelisahan dari dilema nyata manusia, untuk memecahkan masalah yang darinya semua masalah lainnya mengalir. Manusia adalah pendosa yang membutuhkan kasih yang melimpah. Yesus telah datang untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka.
Banyak yang percaya pada-Nya ketika Dia masih bayi, dan ketika mereka melakukannya, bayi itu menjadi Juru Selamat mereka. Para gembala percaya, terlepas dari kesederhanaan yang mereka pahami: "Lalu, para gembala kembali kepada domba-domba mereka sambil memuliakan dan memuji Allah atas semua yang telah mereka lihat dan dengar seperti yang dikatakan kepada mereka." (Lukas 2:20, AYT). Meskipun mereka percaya dengan pemahaman yang lebih sedikit daripada kita yang memiliki Perjanjian Baru, dan meskipun kita mungkin menganggap mereka percaya dalam kerangka Perjanjian Lama sebagai orang-orang kudus Perjanjian Lama, mereka tetap percaya, dan mereka akan berada di surga bersama kita. Mereka berada di gereja Yesus Kristus.
Akan tetapi, banyak orang, yang saya yakin, tidak percaya. Para gembala pasti mengalami dilema yang luar biasa ketika "mereka menceritakan perkataan yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu." (Lukas 2:17, AYT). Lukas selanjutnya memberi tahu kita bahwa "Dan, semua orang yang mendengar hal itu heran atas hal-hal yang dikatakan para gembala kepada mereka." (Lukas 2:18, AYT), dan kita tidak ragu bahwa mereka yang heran pasti telah terpecah menjadi dua kubu. Beberapa percaya, sementara yang lain tidak. Beberapa pasti mengangkat bahunya, "Baiklah, tapi saya tidak membutuhkan Juru Selamat."
Ketika kita sendiri telah berlari menuruni bukit bersama para gembala, melihat bayi itu, dan mendengar kesaksian para gembala, apakah kita percaya? Jika sudah, itu adalah hal yang membahagiakan, karena itu berarti kita sekarang adalah orang Kristen. Itu bagus, tetapi kemudian kita harus bertanya pada diri kita sendiri: perbedaan apa yang telah dibuat oleh tampilan ini dalam kehidupan kita sekarang?
Perbedaan yang Dibuat Natal
Saat Natal, kita memasang pohon Natal dan kereta mainan. Kita mungkin bahkan berjalan-jalan sembari menyanyikan lagu-lagu Natal, atau kita mungkin berkhotbah, tetapi potongan-potongan ini menjadi mandul jika kita hanya memikirkannya atau bahkan hanya memikirkan berada di surga, dan tidak berhenti untuk bertanya pada diri kita sendiri, "Apa yang membuatnya menjadi berbeda dalam hidup saya sekarang?" Apa perbedaan yang terlihat? Saya pikir, kita bisa mendekati jawabannya dengan memikirkan tentang para gembala. Setelah mengalami pengalaman yang luar biasa ini di tengah lingkungan normal mereka dan percaya kepada Juru Selamat, dapatkah kita membayangkan salah satu gembala berkomentar, "Senang sekali saya telah melihat malaikat, dan senang saya telah melihat Kristus, Mesias yang telah lama ditunggu-tunggu oleh orang-orang Yahudi. Sangat menyenangkan bahwa saya percaya pada-Nya (tidak seperti beberapa orang lain di Bethlehem) dan saya akan berada di surga. Namun, dalam praktik sesungguhnya, itu tidak akan membuat perbedaan sama sekali dalam hidup saya." Ini tidak terbayangkan.
Karena para gembala sangat mirip dengan kita masing-masing, mereka menghadapi serangkaian dosa lama ketika mereka hidup kembali seperti biasa. Dalam terang pengalaman mereka memandang wajah bayi Yesus, dalam terang pemahaman mereka tentang situasi itu, dapatkah kita membayangkan mereka terus hidup dalam dosa seolah-olah itu normal, tanpa penyesalan dan pertobatan sejati? Saya pikir tidak. Saya akan menyarankan, bahwa para gembala, dipenuhi dengan kenyataan dari apa yang telah mereka lihat di surga dan di palungan, akan menyesali dosa-dosa masa lalu mereka, bahkan lebih, jika mereka kembali berdosa.
Kita dapat membayangkan seorang gembala dicemooh oleh orang pertama yang dia ceritakan, tetapi dapatkah kita membayangkan ejekan itu menghentikannya? Sang gembala mungkin dibesarkan dengan kekurangan; cemoohan berturut-turut mungkin membuatnya lelah; tetapi tentu saja, karena realitas objektif yang dilaluinya secara pribadi, dia tidak akan dibungkam.
Sementara kenyataan dari semua ini ada pada para gembala, saya pikir doa akan menjadi pengalaman yang sangat sederhana. Komunikasi dengan Allah akan menjadi mudah karena mereka telah melihat hal-hal gaib. Sebab, jika para gembala mendengar para malaikat, mengapa sekarang Allah tidak mendengarkan para gembala?
Kemuliaan Allah yang Luar Biasa
Setelah melihat kemuliaan bala tentara surgawi, dapatkah seorang gembala kembali memikirkan dirinya sendiri sebagai pusat alam semesta, mengharapkan segala sesuatu menyingkir? Kemuliaan itu akan terlalu berlebihan. Menghadapi kemuliaan surga, para gembala di Bethlehem pasti tidak menyangka bahwa mereka dapat mengemudikan gerobak kecilnya melintasi seluruh alam semesta, dengan keras menginjak-injak tempat Allah.
Demikian pula, sulit untuk membayangkan para gembala bertengkar tentang hak prerogatif pribadi. Saya tidak dapat membayangkan dihadapkan dengan kemuliaan surga dan Juru Selamat dunia dan kemudian langsung berkata kepada orang lain, "Saya yang utama, kawan. Saya yang utama."
Setelah pengalaman ini, akankah para gembala menerima materialisme, baik sebagai filosofi yang memadai atau praktik yang memadai dalam kehidupan? Bukankah melihat kemuliaan surga akan menyesuaikan kembali nilai-nilai seseorang? Saya kira demikian. Menggenggam gemerincing emas di saku dan bidadari yang bernyanyi di surga tidak cocok satu sama lain.
Malaikat itu berkata kepada mereka, "Jangan takut sebab dengarlah, Aku memberitakan kepadamu kabar baik tentang sukacita besar yang diperuntukkan bagi semua bangsa. Pada hari ini, telah lahir bagimu seorang Juru Selamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud." (Lukas 2:10โ11, AYT). Sukacita menjadi bagian dari hal ini juga. Tentu saja para gembala senang.
Ini bukanlah berarti jenis kebahagiaan yang bodoh atau senyuman yang menyakitkan, juga tidak berarti tidak ada air mata atau bahwa hal-hal di dunia ini tidak seburuk yang Allah katakan. Sukacita ini terkait dengan realitas pengetahuan kita tentang siapa Yesus, hubungan kita dengan-Nya, dan penyembahan kita kepada-Nya.
Bayangkan Anda adalah seorang gembala di lereng bukit, dan ketika bala tentara surga muncul, Anda tidak perlu takut; Anda akan memiliki sukacita.
Sama halnya dengan semua pengajaran Injil yang mengalir dari peristiwa ketika para gembala melihat dan mendengar para malaikat, ketika mereka berlari menuruni bukit dan memandang kepada Yesus. Inilah perbedaan yang terjadi dalam hidup kita. "Mereka menyembah-Nya ... dengan sangat bersukacita."
Artikel ini ditulis oleh Francis A. Schaeffer dan diadaptasi dari "Come, Thou Long-Expected Jesus: Experiencing the Peace and Promise of Christmas" yang diedit oleh Nancy Guthrie.
(t/N. Risanti)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Crossway |
Alamat situs | : | https://www.crossway.org/articles/seeing-jesus-the-way-the-shepherds-did/ |
Judul asli artikel | : | Seeing Jesus the Way the Shepherds Did |
Penulis artikel | : | Francis A. Schaeffer |