Bagaimana Kita Menanggapi Komersialisasi Natal?

Pertanyaan diskusi:

Bagaimana seharusnya orang Kristen menanggapi perayaan Natal yang sudah melenceng dari tujuan sebenarnya, yaitu sebagai perayaan ucapan syukur atas kedatangan Kristus ke dunia, dengan membuat Natal menjadi barang komoditi/komersialisasi dan sekularisasi (Santa Klaus, dll.)?

------------
Roditus:

Merayakan Natal adalah ujud sukacita dan rasa syukur manusia menyambut kedatangan Bayi Yesus Kristus di kandang Betlehem, dengan doa, pujian dan penyembahan kepada-Nya. Meski tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini umat Kristiani khususnya di kota-kota besar juga dikepung oleh nilai-2 komersialisasi dan kunsumerisme, dalam hal ini kita tidak dapat menutup mata. Namun kembali kepada makna natal itu sendiri yaitu "kesederhanaan" dan "kasih", maka menurut saya dalam merayakan Natal tidaklah perlu berlebihan, karena yang berlebihan selalu tidak baik bahkan dikatakan "mati selagi hidup". Ucapan syukur dilakukan dengan bentuk ibadah kepada-NYA. Kasih dilakukan dengan berkumpul dengan keluarga.
-------------

Philip:

Berpulang pada sikap pribadi-masing orang Kristen itu sendiri atau cara pandang masing-masing. Ada yang bisa menolak dengan argumentasi tertentu tetapi ada pula yang menolak tanpa beragumentasi. Namun, sikap penolakan itu ada pula yang dengan tidak mengikuti sebuah perayaan Natal yang sudah melenceng.

Menurut saya memberikan pemahaman atau mengingatkan pemahaman yang benar tentang Natal adalah salah satu bentuk agar merayakan Natal tidak melenceng.
--------------

Djunaidi:

Menurut saya sah sah saja, bahwa membuat Natal menjadi barang komoditi secara komersial, mengapa, karena dengan begitu maka secara tidak langsung ikut memberitakan kelahiran Yesus Kristus. Walaupun ada 'embel-embel' komersil, apa salahnya kita memakai cara 'dunia' untuk menjangkau jiwa dan memberitakan injil, tetapi tetap tidak melupakan esensi Natal itu sendiri. Bukankah Yesus juga memakai perumpamaan yang ada di masyarakat/dunia pada saat itu ketika menjangkau jiwa?
-------------

Indriatmo:

Apa yang dialami Kristus dari lahir, hidup, wafat, kebangkitan, kenaikan ke surga dijalani dengan kesederhanaan.

Kristus lahir di kandang domba, hidup melayani didunia tidak punya tempat tinggal - bahkan lebih berat jika dibandingkan dengan segirala yang punya sarang. Kristus menderita dan wafat disalib dalam kesuraman dan hujatan. Saat bangkitNYA pun hanya disaksikan oleh para prajurit penjaga yang lari ketakutan. Kemudian Kristus naik ke surga Kristus hanya disaksikan oleh murid-muridNya yang setia. Semua perjalanan hidup Kristus selalu diwarnai dengan kesederhanaan dan kerendahan hati.

Jika kemudian peristiwa gerejawi dirayakan dengan meriah, baik itu Natal, Jumat Agung maupun Paskah - itu adalah bentuk ucapan syukur dan sukacita gereja Tuhan di seluruh dunia atas cinta kasih Kristus atas umatNya. Kemudian perayaan gerejawi ini digunakan oleh para pedagangan dan pebisnis untuk meng-ekspose dan "menjual" nya. Bukan hanya hari raya Kristen, hari raya yang lain pun - jika bisa mendatang keuntungan maka akan diekspose secara besar-besaran. Kita lihat bagaimana komersialisasi juga terjadi untuk hari raya Idul Fitri, tahun baru Imlek, maupun hari raya agama yang lain. Inti utamanya adalah untuk menggali kuntungan materi.

Kemudian apakah dengan adanya komersialisasi itu umat Tuhan berbalik menyalahkan pertistiwa sukacita gerejawi tersebut? Disinilah letak keteguhan gereja Tuhan diuji. Gereja Kristen sebaiknya tetap merayakan Natal maupun hari raya gerejawi yang lain sesuai dengan semangat yang terkandung di dalamnya. Kesederhanaan, cinta kasih dan damai di hati. Gereja Kristen tidak terpengaruh pada komersialisasi yang terjadi di seluruh dunia - dan tetap menjaga kemurnian peristiwa yang ada di dalam perayaan Natal. Untuk budaya pop seperti sinterklas, itu adalah dongeng yang tidak perlu diperhatikan - apalagi dimasukkan ke dalam perayaan Natal. Setiap perayaan hari raya gerejawi harus selalu kembali kepada maknanya dengan dasar firman Tuhan saja.
-------------

Dwi Wong:

Soal komersialisasi natal menurut saya juga itu sah sah saja, tergantung dari masing masing orang menerimanya. Menurut saya sih, menanggapi natal itu dengan kesederhanaan dan membagikan cinta kasih Tuhan.
-------------

Andy:

Peristiwa natal juga menggambarkan Manusia adalah citra Allah yang sempurna dalam wujud Yesus Kristus. Sebagai Citra Allah, manusia bisa merefleksikan kasih Allah terhadap manusia dalam wujud mengasihi sesama manusia. Dalam merayakan natal bisa diwujudkan dalam kegiatan kepedulian terhadap saudara2 yang membutuhkan bantuan. Bukan ikut arus dengan menjadi konsumtif atau memanfaatkan kesempatan di mana bisa mendapatkan keuntungan di hari natal.
------------

Naomi:

Kalau saya tidak setuju dengan segala macam bentuk perayaan natal jika diluar kesederhanaan. Apalagi dengan tujuan komersial. Karena menurut saya itu sudah keluar dari makna peringatan natal itu sendiri. Dasar pemikirannya mudah saja;

1. Yesus datang ke dunia dengan segala ketidak-beradaanNya, "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya."

2. Kerajaan-Nya bukan dari dunia ini; tidak juga di dunia ini "Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini.

3. Yesus ingin kita memperhatikan orang-orang miskin, Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang- orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta.

4. Allah ingin hati kita tertuju hanya kepadaNya, manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.

5. Keinginan roh bertolak belakang dengan keinginan daging; Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--

Perayaan natal bagi saya pribadi adalah berbagi, yaitu berbagi kasih; kabar sukacita; dan pengharapan bagi sesama. Tetapi saya mengerti bahwa rupa-rupa penyesatan itu akan selalu ada, dan tidak hanya mendompleng di hari natal saja, tetapi juga di segala segi kehidupan. Bahkan ibadah mingguan saja sudah disusupi dengan berbagai macam kepentingan di luar kepentingan Allah.

Sebagai orang kristen kita tidak perlu terseret dalam arus tersebut, tetapi juga tidak boleh menghakimi, melainkan tetap berjalan merendahkan diri dihadapanNya agar bisa membedakan rupa-rupa penyesatan duniawi. 1Kor. 2:5; supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.

1Kor. 10:12; Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!
--------------

T. Budiman:

Dapat dipahami bila kita misalnya merayakan Natal dengan cara yang sederhana bagi diri kita sendiri. Namun bila misalnya kita sebagai pemilik toko/usaha lain yang umumnya akan mengalami kenaikan penjualan di sekitar waktu Natal. Apakah kita sebagai seorang Kristen sekaligus sebagai pemilik toko diperbolehkan meningkatkan kegiatan promosi/mengadakan acara khusus dengan tema Natal dengan tujuan memanfaatkan momen Natal? Atau kita berjualan seperti biasa saja sehingga peluang usaha tersebut hilang? Promosi dengan tema Natal seperti apa yang masih dalam batas kewajaran, dan seperti apa yang dinilai berlebihan?
-------------

Andy:

Sebagai pebisnis, jika omzetnya meningkat tentu kita bersyukur baik waktu musim natalan atau tidak. Ide yang ingin ditekankan adalah sedapat mungkin kita jangan memanipulasi moment natal untuk membuat orang lain menjadi konsumtif. Saya percaya, jika kita menjalankan bisnis dengan cara2 yang benar di mata Tuhan, sesulit apapun Tuhan nggak mungkin tidak menolong (contoh Ayub).
------------

Rudi Girsang:

Menurut hemat saya, kita harus memulai dari peristiwa natal. Natal adalah kelahiran Yesus ke dunia, yang kebetulan mengambil sketsa sebagai putra keluarga yang tidak mampu. Tidak seperti kelahiran raja atau penguasa yang seringkali dirayakan dengan meriah pada saat itu, kelahiran Yesus tidak terdokumentasikan dengan pasti. Dan yang pasti penulisan kitab suci yang kita terima sampai dengan saat ini mungkin memuat informasi yang tersembunya, karena yang jelas pengikut ajaran ini dikejar, dilarang, bahkan adakalanya dibunuh.

Adalah mustahil mendokumentasikan saat kelahiran Yesus. Bisa jadi tragedi bayi 2 tahun akan terulang, menjadi lelaki 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, 20 tahun, 25 tahun, 30 tahun, dan 35 tahun dimusnahkan.

Dalam perjalanan hidupnya ternyata Yesus memberikan 'dampak' yang signifikan, terutama setelah para rasul menerima Roh Kudus. Demikian juga abad abad berikutnya. Inti daripada perjalanan hidup Yesus tersebut adalah, dia lahir, bertumbuh dengan pengajaran, mengajar, mati, bangkit, dan naik ke sorga.

Sekarang tokok Yesus sudah sangat membekas dalam kehidupan hampir semua orang. Dan ada fihak fihak yang memanfaatkan fase fase kehidupan Yesus yang tujuan awalnya adalah memberitakan kelahirannya. Kemudian hari peristiwa ini diikuti dengan perputaran roda bisnis. Menurut saya, sekali lagi hal tersebut wajar.

Saya meyakini peristiwa natal tidak berhubungan dengan anugerah keselamatan. Sama seperti kenaikan Yesus kesurga yang saya yakini dari Paulus atau Lukas (Kis 15) demikian juga berita keselamatan saya yakini dari Paulus (Rm 10:10 'Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan'). Jadi keselamatan tidak berhubungan dengan perayaan tertentu.
------------

Andy:

Apakah mengirim ucapan selamat natal via SMS merupakan bentuk komersialisasi/konsumtif?
------------

Indriatmo:

:-D ...:-D ... wah kalau sampai segitunya, mungkin perlu dirinci secara lengkap dalam peraturan resmi gereja: apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Misalnya boleh memberi hadiah atau tidak, boleh mengundang sinterklas atau tidak, tanggal berapa dan jam berapa perayaan boleh dilakukan, dll. Kemudian juga harus ditegaskan kalau melanggar peraturan itu berdosa dan harus dihukum, dikucilkan dari jemaat, atau bahkan dikeluarkan dari keanggotaan jemaat.

Walaupun kelihatannya aneh, tetapi kenyataannya sekarang ini ada yang membuat aturan lengkap seperti itu. Di dalam kelompok tersebut, Alkitab adalah seperti UUD yang masih perlu diberikan penjelasannya dalam peraturan gereja secara rinci dan lengkap, seperti halnya UU atau PP - bahkan peraturan menteri sampai pada peraturan daerah.

Terhadap peraturan-peraturan rinci yang dikenakan kepada jemaat, Alkitab mengatakan dengan jelas di dalam Kolose 2:16-19 (Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus. Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta berkanjang pada penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan membesar-besarkan diri oleh pikirannya yang duniawi, sedang ia tidak berpegang teguh kepada Kepala, dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya.)

Jadi mau kirim SMS, mau kirim kartu, mau kirim angpao, mau membuat pesta, mau tukar kado, mau KKR, atau apa pun - biarlah itu semua kita lakukan di dalam kemenangan iman sebagai orang yang telah deselamatkan oleh kelahiran, sengasara, wafat dan kebangkitan Kristus.:-)
------------

Roditus:

Saya lagi membayangkan (seumpama), pada waktu kelahiran bayi Yesus di Betlehem, para gembala bersuka cita, para orang majus dengan hati riang membawa persembahan emas, kemenyan dan mur, dan pada waktu handphone sudah mereka miliki, maka mereka akan mengabarkan kepada sesama gembala yang sedang bertugas di padang gembalaan yang lain dengan SMS isinya: Shlm, hr ini tlh lhr jr slmt bg qt, mr qt bsrak srai..hllyah..

Atau orang majus kirim SMS untuk menanyakan arah yang dituju ke kandang domba itu: pls info arh ke kdg dmb tmp by Yesus lhr, dr sn blk kmn ya..?

Komersilkah ini?
------------

Andy:

Thanks pak atas tanggapannya. Saya nggak berpikir sampai buat UU atau sejenisnya, tadinya ide ini cuma didasarkan pada pola bisnis sms ( bisnis uang receh tapi omzet milyaran ). Karena perputaran uang pada hari raya natal bisa mencapai ratusan juta pada hari itu saja. Apakah ini bentuk konsumtif/Komersialisasi ?

Tapi saya melihat hal lain lagi, bukan masalah besar/kecilnya uang yang dikeluarkan untuk mengirim SMS, tapi tujuan kita mengirim ucapan Natal tersebut, jika SMS yang kita kirim bisa membuat orang lain merasa diberkati, hubungan yang mulai retak di perbaharui, hubungan pribadi dengan Tuhan diperbarui, dll rasanya perlu dilakukan. Tapi jika hanya sekedar basa-basi atau ikut-ikutan biar biaya SMS nya murah sekalipun itu menjadi konsumtif.
-------------

Indriatmo:

Komersialiasi itu adalah hal yang sangat wajar dalam kehidupan manusia. Komersialisasi Natal, komersialisasi Paskah, komersialisasi Idul Fitri, komerkomersialiasi pemilihan presiden Amerika sampai komersialisasi berita poligami bawah umur syeh Puji. Selama itu bisa mendatangkan keuntungan, pasti apa pun akan dikomersialisasikan, tidak peduli apakah itu masalah politik, ekonomi, budaya, sosial, keluarga, atau pun perayaan keagamaan. Itu adalah hal yang wajar dalam kehidupan manusia dan tidak perlu dipersoalkan. Komersialisasi tidak akan membuat perayaan gerejawi menjadi tidak syah atau bahkan harus dibatalkan. Itu kembali kepada manusianya itu sendiri, apakah mau larut dalam eforia itu atau membiarkannya berlalu dengan sendirinya. Sekarang ini berita mengenai Obama di TV sudah mulai "ewes ... ewes ... bablas angine ... "

Ada pun mengenai komersialisasi di tempat ibadah, secara khusus Tuhan Yesus memberikan perhatian yang khusus seperti tertulis di Matius 21:12-13 (Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati dan berkata kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun."). Peristiwa di dalam Matius 21:12-13 terjadi dalam minggu-minggu menjelang Paskah - dan rupanya pada masa itu para pedagang dan penukar uang itu selalu ada di pelataran Bait Allah karena dikelola oleh para imam sendiri. Mereka berdagang untuk mengeruk keuntungan pribadi dan juga memberikan bagi hasil keuntungan untuk para imam.

Tuhan Yesus tidak pernah mempermasalahkan orang berjualan di pasar atau di manapun karena itu adalah tempat yang benar untuk berdagang dan memperoleh keuntungan pribadi. Tetapi gereja, rumah ibadah adalah RUMAH DOA. Tuhan Yesus MELARANG adanya perdagangan di lingkungan gereja untuk keuntungan pribadi, apalagi dikelola oleh para pengerja gereja/gembala untuk penghasilan mereka.

* * * *

Di tempat ibadah saya, kegiatan perdangan pribadi dilarang - baik itu dagang makanan, minuman, arisan, MLM, dll. Jika mau berdagang atau berbisnis - tidak boleh mempergunakan tempat ibadah atau di dalam perkumpulan jemaat. Kegiatan pengumulan dana di gereja dan jemaat hanya boleh dilakukan untuk keperluan gereja dan menopang pelayanan.

Akan tetapi saat ibadah minggu ada tukang syomai, tukang kelontong keliling, tukang balon, tukang jualan minuman, penjaga parkir, hansip dll. - semuanya diterima untuk mencari penghasilan. Mereka adalah anggota masyarakat non Kristen yang tinggal di sekitar gereja. Bahkan kegiatan perawatan bangunan, seperti mengecat, plester, dll. semua dlakukan oleh anggota masyarakat yang tinggal di sekitar gereja. Mereka semua diterima sebagai bentuk diakonia gereja dan jemaat kepada masyarakat non Kristen.
------------

Rudi:

Kalau menurut saya, peristiwa Matius 21 ini terjadi, karena bait suci hanya satu, yakni yang di Jerusalem. Adalah tidak efektif bila dari setiap propinsi (Galilea, Samaria, dan Jehuda, dan lainnya) datang bersembahyang ke bait suci tetapi persembahan korbannya, baik itu burung, domba, kambing, bahkan sapi/lembu dibawa dari tempat asalnya. Jadi tempat perniagaan itu memang dibutuhkan masyarakat Israel yang mau beribadah mempersembahkan korban, yang kalau tidak salah amat banyak jumlahnya. Ingat, ketika Yesus pertama dibawa ke bait ini, orang tuanya juga harus mempersembahkan burung, sesuai dengan tingkat kemampuan orangtuanya.
-------------

T. Budiman:

Sebagai tambahan dari contoh SMS tadi, seringkali juga perusahaan membudgetkan pemberian parsel pada saat Natal. Tentu bagi sebuah perusahaan, momen itu adalah momen marketing, yaitu untuk mempererat hubungannya dengan pelanggan / rekan bisnis. Jadi secara teori marketing, langkah itu sah-sah saja. Bahkan bagi klien yang potensial untuk mendapatkan kontrak, misalnya, nilai parselnya harus benar- benar istimewa.

Contoh di atas adalah sebuah contoh kegiatan Natal yang motivasinya adalah marketing. Kegiatan ini bagus secara teori marketing dan bagus pula bagi bisnis. Tapi kemungkinan baik pengirim maupun penerima sama sekali tidak mendapat makna kelahiran Yesus (salah satunya bahkan mungkin non-Kristen).

Bila Anda adalah pemilik bisnis, apakah kegiatan tersebut boleh Anda lakukan?

Tentu tujuan kita di sini bukanlah untuk membuat serangkaian aturan mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, namun tentunya kita perlu memiliki panduan atau rambu-rambu untuk mengingatkan kita bila kita ternyata telah merayakan Natal dengan cara yang salah.

Kegiatan Natal perusahaan dapat berpotensi untuk justru menjadi batu sandungan. Tentu masih banyak contoh kasus lain yang serupa. Dalam hal ini selain dari 'motif', tentunya penting juga kita perhatikan apa 'kesan' dan 'pesan' yang muncul dari kegiatan tersebut.
---------------

Sugi:

Kayanya kalo sms sih tidak termasuk komersialisme. mnrt saya yg konsumtif itu adalah pandangan kalau natal harus 'beli' sesuatu. kalo ga beli ga afdol natalnya. nah itu komsumtif menurut saya.
--------------

T. Budiman:

Pertanyaannya adalah: Apakah kita sebagai orang Kristen diperbolehkan untuk melakukan komersialisasi Natal di luar rumah ibadah dengan motif bisnis? Bila boleh, adakah batasannya?
-------------

Sebastian:

Banyak gereja sekarang ini yang berlomba untuk perayaan natal yang paling meriah. Agaknya sekarang ini, sebagian besar masyarakat kristen (setidaknya di gereja saya =p) sudah terbiasa dengan isu komersialisasi dan mengalami pergeseran makna natal yang sesungguhnya. Sehingga Sinterklas dan hadiah pada saat natal merupakan menu wajib. Tanpanya, natal akan terasa kurang.

Susahnya, alibi yang dipergunakan kadang-kadang untuk berbagi sukacita dengan orang lain, sehingga akhirnya dimobilisasilah dana secara besar-besaran. Dibarengi dengan proposal permohonan dana yang beredar untuk pe-sponsor. Ada yang pro, ada yang kontra. Yang pro menggunakan alibi di atas, yang kontra menjelaskan kita tidak etis untuk meminta-minta.

Tetapi setidaknya di sisi lain, momen natal telah dimanfaatkan oleh sebagian yang merayakannya dengan 'benar-benar' berbagi sukacita. Menyentuh rakyat tidak mampu, melalui pemberian bantuan sedekah, perayaan natal di panti asuhan, dll.
-------------

Naomi:

Ternyata pemahaman arti komersial saya berbeda ya... saya kira komersial disini adalah dalam bentuk untung dan rugi seperti dalam perdagangan, dan segala sesuatu yang diukur dalam nilai uang. Seperti jika merayakan natal harus di tempat mewah, biaya besar, pesta pora dll. Mungkin itu seperti memaksakan diri saja. Atau harus mengundang artis supaya jemaat banyak yang datang, dsb Saya kira hal-hal komersil inilah yang harus dihindarkan.

Tetapi kalau komersial hanya secara pemakaian barang-barang seperti yang dicontohkan rekan-rekan bahkan ber sms segala saya kira itu bukan masalah. Karena kita hidup di jaman yang modern, otomatis kita terkena dampaknya.

Janganlah kita menjadi pusing akibat memikirkan hal2 tersebut. Apalagi sampai berbuat dosa...
------------

Berliana:

Sebaiknya sederhana saja ! Jadi kita tidak usah buat proposal segala untuk cari donator. Berapa yg bisa kita (sesama anggota) kumpulkan itulah yang kita pergunakan. Dan kita prioritaskan berbagi. Kalau harus di gedung, berapa juta untuk sewa gedung tersebut ? belum lagi dekorasinya, karena nggak mungkin tidak ada dekorasi. Kalau dibuat di Gereja saja kita tidak perlu bayar mahal2, tidak perlu lagi dekorasi karena gereja pasti sudah didekorasi dengan suasana Natal.

Jadi kita tidak terkesan peminta2 hanya utk urusan komsumsi, sewa gedung dan hadiah ! Yesus dilahirkan di t4 yang sangat sederhana sekali bahkan terkesan hina . Kan gawat manusia merayakannya dengan segala kemewahan yang membuat panitia sibuk hanya untuk cari dana !

Aku ingin sekali merayakan Natal dgn kesederhanaan, ibadah dan sekedar makan makanan ringan saja. Atau tanpa makanan seperti waktu di kampong. Kalau di kampong pak ! tidak ada makanan, juga minuman tapi kami biasanya selalu bergembira dan senang sekali merayakan Natal beberapa malam, S.Minggu, Muda/I, Kaum wanita, kaum bapak dll.
-------------

Eko:

Nah kalo umat Kristen lain sibuk di gereja dalam ibadah Natal, tapi orang ini sibuk di tokonya sendiri, ngejar omset, mungkin udah dianggap berlebihan pak..
------------

Meinardi:

Yup menurut saya kita semua harus kembali ke dasarnya. Yaitu alkitab atau firman Tuhan. Jangan sekali-kali mengkomersialisasi Natal karena makna Natal adalah kesederhanaan Tuhan. Dia lahir di kandang ternak dan tidur dalam palungan serta disembah oleh para gembala.

Lukas 2:7 dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.
------------

Philip:

Dari sejumlah tanggapan soal komersialiasi Natal...saya terpikir dengan para pedagang yang memang mengharapkan dagangannya. Misalkan pedagang itu orang Kristen yang berharap banyak orang membeli dagangannya. Kalau pemahaman komersialisai dikaitkan dengan hal ini bagaimana ya?
-----------

Eko:

Jika dagangannya tidak menggeser Natal itu sendiri sih, no problem pak:) Kan justru "market" dagangannya mereka itu justru pada perayaan Natal itu sendiri. Nah seandainya jika (perayaan) Natal dihapuskan, berapa banyak orang yang akan mengalami kemiskinan, yang akhirnya mempengaruhi idealisme mereka untuk menjadi jahat dimata Tuhan. Berapa banyak orang yang tadinya penuh harapan menanti- nantikan datangnya Natal itu, karena Natal apapun motivasinya telah banyak membuat orang bergembira, bukankah Natal menjadi seperti Injil terbuka juga, merupakan kabar baik juga? bukan hanya bagi umat Kristen, tapi juga orang-orang non-Kristen:)

Agama adalah faktor yang paling mempengaruhi kehidupan seseorang, bangsa, dan negara sekaligus.
------------

Edo:

Menurut sy, setidaknya ada dua hal berikut yg dapat kita lakukan dalam merenungkan dan merayakan Natal:

Pertama, Tidak merayakan Natal secara belebihan ditengah kemiskinan disekitar kita (kondisi umum masyarakat kita). Natal bukan kenikmatan untuk diri dan keluarga sendiri, tetapi Natal adalah pesan dan kasih Tuhan melalui kita untuk dinikmati banyak orang di sekeliling kita.

Kedua, sebaiknya Natal menjadi pendorong kita untuk konsisten mengasihi sesama agar mereka yang miskin yang terpinggirkan dapat memuji dan memuliakan Allah karena segala yang mereka dengar, lihat, dan alami dari pengikutNya pada masakini.
------------

Sugi:

Nimpali soal pedagang yg bisa dianggap 'komersil' mnrt saya sih kalo pedagang itu sah-sah saja. itu namanya usaha untuk mendapatkan nafkah. dgn catatan ga ada aksi tipu-tipu loh. kalo ada event tertentu terus jualannya seputar event itu, misal pohon natal/ hiasan2, ya wajar saja. namanya pintar dagang. lah event natal tapi jual sapu kan ga laku nanti. bagaimana dong?

Dan saya setuju kalo merenungkan makna kelahiran Tuhan itu sangat perlu dan tidak harus 25 des.

Fakta tentang kelahiran Tuhan akan sangat penting artinya untuk benar-benar menjadi bukti otentik penggenapan firman Tuhan. dengan begitu buat saya sendiri iman kepercayaan menjadi tambah gede. Bahwa Tuhan Yesus datang ke dunia bukan cerita dongeng belaka.
-------------

Eko:

Sebaiknya memang gereja diberdayakan untuk hal-hal yang baik bagi sesama selain untuk pengelolaan urusan ibadah. Sebagai organisasi, ada baiknya memang semua melalui gereja, karena gereja tempat kita bertumbuh kedalam dan keluar.. Tapi kalo gereja sudah dijadikan "pasar", nga ada salahnya juga kita sebagai jemaat mendoakan dan "ngobrol" sama para hamba Tuhan & majelis menyampaikan hal-hal yang bisa berpotensi melemahkan gereja. Gereja "pasar" tetep akan bertumbuh sih, tapi isinya ya juga orang-orang "pasaran":)
-------------

Edo:

Kalo kita sebagai o. Kristen, menjual accessories natal (pohon terang, boneka santaclaus, malaikat bersayap, lilin2 dan pernak pernik lainnya) - dng tujuan komersil tentunya - apaka ini tidak berarti kita sedang menguatkan mitos, dongeng, tradisi sekitar natal yang justru tidak Alkitabiah?
------------

Rudi:

Membaca masukan tentang komersialisasi natal, yang mengharuskan adanya kesederhanaan, saya jadi teringat, tragedi tsunami yang kebetulan terjadi berdekatan dengan 'acara Natal'; Pada saat itu sebagian fihak mengambil keputusan untuk tidak merayakan natal. Apakah ini yang dimaksud dengan kesederhanaan ? Kalau menurut saya tentu bukan.

Masalah perayaan sederhana, hanyalah dikarenakan Yesus lahir 'di dalam gua', dan bukan di penginapan yang penuh karena adanya sensus. Kalau kita berandai andai, Yesus lahir dalam istana apakah kita tetap merayakannya dalam kesederhaaan?

Menurut saya apapun perayaan natal itu, intinya adalah orang lain dapat mengerti, bahwa kita bersuka ria dan bersuka cita bahwa Sang Penebus itu pernah hadir didunia ini. Firman itu telah menjadi daging. Kalau dengan perayaan tersebut, orang lain hanya mengetahui kita 'berpesta pora belaka', mungkin perayaan ini menjadi sia sia, tidak menjadi lilin.
------------

Novalia:

Saya teringat firman di roma 14:5-6... Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri. (6) Siapa yang berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk Tuhan. Dan siapa makan, ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur kepada Allah. Dan siapa tidak makan, ia melakukannya untuk Tuhan, dan ia juga mengucap syukur kepada Allah.

Jadi, menurut saya, ketika seseorang sms untuk memberi ucapan natal, ya itu salah satu wadah komunikasi, bukan bentuk komersialisasi. toh harga sms nya sama aja kok.

NB: klo iklan2 ucapan yang di koran2 mungkin dah masuk area komersialisasi. karena biasanya spot nya dipatok dengan harga yang cukup tinggi.
-------------

Yulia:

Definisi ini mungkin bisa menolong?

* perbuatan menjadikan sesuatu sebagai barang dagangan. (KBBI)

* It is used or changed in such a way that it makes money or profits often in a way that people disapprove of. (Collins Cobuild)

* The process of developing markets and producing and delivering products for sale (whether by the originating party or by others). (google.com)

* The selling of a product or process for financial gain. (wordwide.conline)
-----------

Naomi:

Kalau melihat definisi ini berarti komersialisasi sangat tidak cocok tidak hanya pada perayaan natal saja, tetapi di semua aspek kegiatan rohani. Cocoknya memang di dunia trading saja.

Gereja kan tidak boleh memikirkan bagaimana mencari uang atau make profit; tapi mencari jiwa. Meskipun pada prakteknya masih ada saja gereja yang mengijinkan jual beli dengan alasan mencari dana; apa mau dikata...

Bahkan pernah ada gereja yang mengadakan arisan berantai besar- besaran dan mengajak orang-orang yang jelas-jelas bukan jemaat untuk ikut. Dana yang terkumpul di deposito dan dipakai sedikit-sedikit untuk proyek pembangunan gereja.

Rumit juga ya... Mau dikatakan salah, tapi setelah gedung jadi kog semua juga menikmati dan mensyukuri... Mau dikatakan benar, gak ada dasarnya dalam alkitab...
-------------

Sebastian:

Kepekaan terhadap masalah sosial merupakan salah satu yang juga kerapkali dilupakan oleh gereja. Membangun gedung semegah-megahnya tanpa memperhatikan dengan seksama lingkungan sekitarnya. Akhirnya sewaktu kerusuhan, kejadian deh.. Daripada dana natal dipergunakan untuk kemeriahan perayaan, mungkin ada baiknya kalau momen tersebut, benar-benar dipakai untuk berbagi sukacita yang riil.
------------

Meinardi:

Kadang justru orang2 yang menjual segala pernik2 natal tersebut bukan merupakan orang2 percaya. Namun di satu sisi mereka mencari tambahan nafkah dengan memanfaatkan momentum Natal tersebut.

Menurut saya tergantung sikap hati kita dalam menyikapi Natal tersebut, bukan berarti Natal harus kita komersialisasikan dan rayakan dengan budaya konsumerisme atau belanja secara berlebihan.

Terlebih lagi esensi dari hari Natal tersebut yang harus kita pahami.
------------

Lanita:

Ijinkan saya mengomentari ttg komersialisasi Natal, bagi saya pribadi tidak menjadi soal bagaimana setiap kita merayakan Natal, ternyata ada juga orang yg Kristen tidak sungguh2, yang ke gereja hanya setahun 1-2x yaitu Natal dan Paskah, bahkan kadang2 hanya Natal saja mereka datang ke gereja, memang sangat memprihatinkan sekali. Dengan hadirnya mereka ke gereja sewaktu acara Natal karena mungkin diberi sesuatu atau ada sesuatu acara yang menarik (Santa Clause dll), di situlah menjadi suatu kebiasaan bahwa Natal identik acara pesta gereja atau kalau di Mall atau Plaza2 berlaku pesta/hadiah besar. Mungkin bagi kita semua itu sdh melenceng dari arti/makna yg sebenarnya, tetapi bagaimanapun juga diberitakan kepada setiap orang bahwa Yesus anak Allah telah lahir di dunia, jadi tidak menjadi masalah bagaimana mengkomersialisasikan Natal, yang penting bagaimana bisa menarik banyak orang datang kepada Tuhan, kemudian Firman diberitakan sehingga bisa membawa banyak jiwa2 datang kepada Tuhan.
-------------

T. Budiman:

Setelah membaca sejarah panjang gereja selama 2 ribu tahun, saya tidak yakin akan hal ini. Setidak-tidaknya segala sesuatu yang diluar ketetapan Alkitab tidak dapat begitu saja dipertanggungjawabkan. Gereja sendiri sepanjang sejarahnya terdiri dari berbagai macam dinamika dan koreksi yang menunjukkan bahwa berbagai tradisi atau pandangan awal ternyata keliru dan perlu dikoreksi kemudian (ini terjadi baik dalam gereja katolik maupun protestan). Setiap tradisi menimbulkan pro dan kontra. Akibatnya gereja sekarang terpecah-pecah. Bila dulu Tuhan akhirnya kecewa terhadap institusi agama Yahudi, saya kira Tuhan akan kecewa pula pada institusi gereja Kristen. Secara numerik penganut Kristen adalah mayoritas di dunia, namun seperti yang dinubuatkan bahwa menjelang akhir zaman anak-anak dombaNya yang sejati jumlahnya sedikit.

Kembali ke topik komersialisasi, saya kira dalam realitanya pesan 'kelahiran Yesus' secara umum tidak sampai. Toko-toko/mall-mall lebih suka merepresentasikan Natal dengan pohon cemara, salju, dan Sinterklas. Orang non-Kristen barangkali mengira bahwa Yesus itu adalah kakek-kakek tua berbaju merah yang suka bagi-bagi hadiah dan mengendarai si rudolf yang berhidung merah. (Silakan saja disurvei, sebagian besar orang non-Kristen tidak tahu bahwa Yesus = Isa). Kalo bahasa Inggrisnya: Santa Clauss has stolen the show.

Atau kadang-kadang dengan merayakan Natal di gedung-gedung mahal, kadang acara Natal adalah show of force bagi komunitas Kristen di Indonesia, yang memberi kesan bahwa orang Kristen kaya-kaya lho. Bayangkan bila Rasul Paulus atau Rasul Petrus menyewa Colloseum di Roma untuk merayakan Natal dengan meriah. Tidak, mereka merayakan Natal dengan sederhana saja. Eh, saya lupa, mereka tidak merayakan Natal sama sekali yah.
-------------

Edo:

Dalam menyoroti industri pernak-pernik natal dalam kaitannya dengan tradisi perayaan natal, yang membuat kita 'tidak tega' adalah pekerja yg sudah terlanjur berkecimpung didalamnya. Bgmn nasib mereka nantinya? disisi lain pelaku industri tentu tidak mau kehilangan pangsa pasar yang demikian menggiurkan. Justru kalo bisa ditingkatkan lagi dg promosi besar2an (prinsip ekonomi)

Saya hanya mencoba memikirkan 'tindakan kecil' yang masih mungkin untuk dilakukan sendiri yg tidak menyimpang dr kehendakNya. --- mungkin(kah)...suatu saat nanti 'pasar' ini bisa semakin menciut (?)
----------

Indriatmo:

Komersialisasi adalah kegiatan yang sah di dalam bidang ekonomi untuk memperoleh penghasilan. Ini adalah hal yang sangat wajar dan merupakan hak setiap manusia untuk memperoleh pendapatan dari setiap usaha yang dilakukan - entah itu orang Kristen maupun non Kristen. Baik itu orang Kristen yang merayakan Natal maupun orang non Kristen yang berdagang pada saat Natal. Demikian juga orang Kristen yang berdagang di hari raya Idul Fitri, saat Imlek, maupun hari raya Galungan.

Komersialisasi adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat di seluruh dunia - dan itu tidak melanggar hukum negara maupun hukum agama. Justru kegiatan komersialisasi ini sangat menopang kehidupan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, baik penganut agama yang bersangkutan maupun yang tidak. Berapa banyak ibu-ibu pembuat kue non Kristen yang ikut bersukacita saat Natal tiba. Begitu juga para pedagang baju orang Kristen yang mendapat banyak berkat saat hari raya Idul Fitri atau Imlek tiba.

Di luar negeri, pada saat Desember tiba semua toko, tempat hiburan dan jalan-jalan meriah dengan lampu-lampu dan hiasan yang bertema Natal. Mereka semua bukan orang Kristen - tapi mereka ikut bersukacita karena Natal tiba. Semua orang memperoleh berkat karena perayaan Natal yang hanya dirayakan oleh sekelompok orang Kristen saja.

Di sini pun saat hari raya Idul Fitri saya juga ikut merasakan kemeriahannya. Obral di mana-mana, ada libur panjang hari raya, bahkan ada kewajiban untuk memberikan THR untuk banyak orang. Di gereja, jemaat dianjurkan untuk tidak makan/minum di tempat umum saat bulan puasa. Saat Lebaran, gereja memberikan bingkisan lebaran untuk masyarakat sekitar. Kita mengucapkan selamat kepada keluarga, tetangga, maupun teman. Puncaknya kita merayakan lebaran bersama keluarga besar yang beragama muslim.

Akan tetapi kegiatan komersialisasi tersebut harus dilakukan pada tempatnya: di mall, pertokoan atau di semua tempat-tempat perdagangan, wisata, hiburan, dll. Di dalam tempat ibadah, apalagi di dalam gereja - Tuhan Yesus sudah memberikan aturan yang jelas dan tegas bahwa gereja adalah: RUMAH DOA. Tuhan Yesus tidak menginginkan kegiatan perdagangan/bisnis untuk memperoleh keuntungan pribadi ini dilakukan di Rumah Doa. Tuhan Yesus tidak memperbolehkan adanya komersialisasi di dalam rumah ibadah.
--------------

Edo:

Setuju Pak. Intinya saya cuma mau sampaikan, menurut saya, yang mayoritas melakukan dengan hukum ekonomi belum tentu benar secara iman kristen. Pasar kan terbentuk karena keseimbangan suply - demand. Masalahnya bagaimaana kita sebagai orang Kristen dan juga sebagai pelaku pasar menyikapi komersialisasi Natal disorot dari kacamata iman.