Cerita natal? Ah, Paling Juga Begitu Saja ....
Oleh: Wiji Suprayogi
Berkali-kali aku menjumpai rapat Natal yang memutuskan untuk
menggantikan acara cerita Natal yang berupa kisah kelahiran Yesus
dengan cerita lain. Anggapan yang muncul adalah semua sudah hafal
dan semua bisa membacanya di Alkitab, jadi tidak perlu lagi
membahasnya. "Paling kisahnya itu-itu juga, jadi mending kita ganti
dengan cerita lain yang lebih seru dan menarik jemaat," begitu
komentar beberapa orang.
Kucoba membaca kisah kelahiran Yesus beberapa kali, dan aku mendapat
beberapa pelajaran. Aku tak begitu ingat apakah beberapa pelajaran
ini berasal dari timbunan ingatanku -- yang berasal dari berbagai
buku -- atau memang murni dari interpretasiku, tetapi inilah yang
muncul ketika aku membacanya berulang kali suatu malam.
MARIA YANG TEGAR DAN MEMILIKI HATI YANG TAAT
Maria memang masih keturunan raja, tetapi ia sudah tidak lagi
tinggal di istana. Dalam kesehariannya, aku bayangkan Maria adalah
gadis desa biasa yang menjalani kehidupan dengan penuh rutinitas dan
monoton. Mungkin, baginya perubahan adalah hal yang tidak begitu
penting. Toh, semuanya berjalan dengan baik. Lalu, datanglah
malaikat Tuhan mengabarkan bahwa ia akan menjadi ibu dari Sang Juru
Selamat. Bagaimana perasaan Anda jika seseorang memberi tahu Anda
bahwa Anda akan menjadi ibu bapak dari seorang presiden? Tentu saja
senang. Tetapi, pikirkan lagi bahwa Maria harus menanggung malu
karena hamil, sedangkan ia belum menikah-baru bertunangan. Kemudian,
bayangkan bahwa ia juga harus mendidik calon pemimpin, bagaimana
kalau gagal? Bagaimana ia lari dari tudingan dan desas-desus
masyarakat disekitarnya? Pemikiran seperti itu mungkin saja muncul
dalam benaknya.
Alkitab mencatat bahwa Maria tidak lari, tetapi menerima semuanya
dengan tegar. Aku berpikir, pastilah Maria seorang yang teguh dan
memiliki hati yang taat untuk menjalani hidup. Ia bisa saja menolak
dan tetap menjadi gadis desa biasa tanpa tanggung jawab berlebih.
Tetapi, menurutku Maria memiliki hati yang taat, sehingga ia rela
menjalani kehidupan yang penuh tantangan ini. Ketegaran dan
ketaatannya itulah, menurutku, yang memampukannya berani pergi ke
Mesir dan tinggal di sana--menghindari Herodes yang hendak membunuh
Bayinya--dan, terlebih lagi, untuk menyaksikan Putranya disalib.
TUHAN MEMILIH PEREMPUAN
Kaum perempuan, oleh beberapa orang, dianggap sebagai pembawa dosa
ke dunia. Kemudian dianggap sebagai warga kelas dua atau bahkan
warga yang keberadaannya tak diperhitungkan. Tetapi, jelas sekali
Tuhan menonjolkan peran perempuan dalam kisah besar kelahiran Yesus--
Elisabet, ibu Yohanes, dan Maria sendiri.
Bahkan, Yusuf, bapak Yesus, tidak begitu banyak diceritakan.
Zakharia, ayah Yohanes, juga digambarkan sebagai orang yang justru
tidak percaya. Padahal, biasanya kaum pria mendapat porsi besar
dalam catatan sejarah bangsa Yahudi.
Dalam kisah ini, kaum perempuan justru memiliki peran yang begitu
besar dalam menentukan sejarah keselamatan dan perkembangan dunia
secara keseluruhan. Aku justru melihat hal ini--walau jelas bisa
diperdebatkan di sana sini--sebagai permakluman dari Tuhan bahwa
perempuan telah impas menebus kesalahannya mendatangkan dosa karena
telah dipakai untuk mendatangkan Juru Selamat ke dunia ini. Maria
bisa saja menolak, sesuai kehendak bebasnya, untuk melahirkan Sang
Juru Selamat, sama ketika Hawa akhirnya memutuskan untuk memakan
buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Mereka
mengambil keputusannya sendiri-sendiri. Tuhan memakai, mencatat, dan
menonjolkan perempuan dalam dunia yang dikuasai laki-laki.
Pembelajaran yang harus kita camkan, yaitu perempuan adalah rekan
sejajar laki-laki.
BERDUA LEBIH BAIK
Maria tidak sendirian. Ada Yusuf di sampingnya, yang ikut mendukung
semua proses ini. Bisakah Anda bayangkan, jika Yusuf kemudian
memutuskan untuk membatalkan pertunangan atau memaksa Maria
menggugurkan kandungannya? Pastilah Yusuf juga laki-laki yang
bertanggung jawab dan melindungi istrinya sedemikian rupa sehingga
Yesus menjadi besar dan siap menjalankan tugas-Nya. Tidak banyak
catatan dalam Alkitab mengenai Yusuf, tetapi kita bisa menduga
kontribusinya yang begitu besar dalam kehidupan keluarga ini--yang
bisa saja dipandang sebagai keluarga bermasalah oleh lingkungan di
sekitarnya.
Di sini, aku melihat betapa kebersamaan dalam satu tim akan
memudahkan berbagai hal dan membuat hidup kita menjadi lebih
berarti. Bagaimana kalau Yesus akhirnya hanya dididik oleh ibunya
tanpa kehadiran seorang ayah? Tentunya kita akan menjumpai Juru
Selamat, yang secara psikologis tidak lengkap karena kehilangan
figur ayah. Namun, puji Tuhan, Alkitab mencatat adanya kerjasama
yang harmonis dalam keluarga ini, sehingga ketika mereka diminta ke
Mesir--sebuah negeri yang jauh dan sama sekali baru peradabannya--
mereka menjalaninya bersama.
TIGA RAJA
Ada tiga raja yang disebut dalam kisah kelahiran Yesus: Kaisar
Agustus, Raja Herodes, dan tentu saja Yesus sendiri.
Pertama, Kaisar Agustus. Ia membuat banyak orang bersusah payah
pergi ke daerah yang jauh untuk menuntaskan sensus penduduk yang ia
perintahkan. Secara pribadi, aku membayangkan ia adalah tipikal
beberapa pemimpin yang sering menggunakan kekuasaannya untuk
mempersulit kehidupan orang lain. Mungkin, alasannya adalah demi
ketertiban atau kebaikan bersama, tetapi karena kekuasaan, orang
sering lupa membedakan mana kepentingan pribadi atau kepentingan
bersama yang bersifat lebih objektif.
Kedua, Raja Herodes. Ia memiliki reputasi buruk, sebagai pembunuh
bayi-bayi di Betlehem. Semua orang pastinya setuju bahwa ia adalah
perwakilan dari pemimpin yang kejam dan tidak mementingkan orang
lain. Demi kekuasaan, semua jalan ditempuh tanpa memandang baik atau
buruk, berguna atau tidak.
Ketiga, Yesus. Orang majus menyebut-Nya Raja dan hal itu membuat
Herodes iri dan ketakutan. Alkitab mencatat bahwa kesederhanaan
kelahiran-Nya dirayakan dengan pujian malaikat surga. Kesederhanan
kehadiran-Nya membuat orang-orang yang tak terhitung dalam
masyarakat, seperti para gembala, dapat berhadapan secara pribadi
dengan seorang Raja. Kehadiran-Nya membawa misi damai bagi seluruh
dunia.
ORANG MAJUS
Pernahkah Anda berpikir mengapa orang majus dimasukkan ke dalam
kisah kelahiran Yesus? Apa pentingnya? Temanku, seorang dosen, telah
menginterpretasikannya. Aku ingat kembali interpretasinya ketika
membaca kisah orang majus ini. Menurutnya, orang majus mewakili
orang Asia dalam menyambut kedatangan Yesus.
Jika kedatangan Yesus merupakan kesukaan bagi dunia, seharusnya
seluruh dunia menyambut kedatangan-Nya. Dan, Tuhan pasti menyiapkan
jalan bagi setiap misi-Nya. Wajar, apabila seluruh dunia
mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Sang Raja. Pasti Allah
telah merancangkan waktu kelahiran Yesus dengan tepat. Kedatangan
malaikat kepada Maria dan peristiwa-peristiwa pemberitahuan kepada
para pelaku sejarah dalam kisah kelahiran Yesus serta nubuatan para
nabi pendahulu merupakan bukti bahwa kelahiran Yesus telah
dipersiapkan dengan penuh kebijakan dan kecermatan. Tentunya,
seluruh bangsa dan tatanan yang ada di dunia ini juga dipersiapkan
untuk misi-Nya.
Selanjutnya, mari kita lihat setting sosial di sekitar kelahiran
Yesus. Yesus lahir pada masa pemerintahan Romawi yang luas
wilayahnya hampir sebagian belahan bumi ini--dari Afrika, Eropa, dan
sebagian Asia. Jadi, bisa dikatakan bahwa Romawi adalah penguasa
bumi pada saat itu. Sebagai penguasa bumi tentu saja pemerintahan
Romawi memberikan tatanan yang mengatur berbagai aktivitas di
wilayah kekuasaan mereka, termasuk di dalamnya komunikasi dan
transportasi yang berjalan lancar.
Karena mereka menguasai sebagian besar wilayah bumi, tentu saja
berbagai tatanan itu sangat mewarnai kehidupan dunia. Situasi ini
disebut oleh beberapa sejarawan sebagai "kedamaian Romawi". Dunia
berada dalam masa damai--paling tidak, perang besar tidak terjadi
selama pemerintahan Roma berdiri kokoh. Suasana itu memungkinkan
adanya sensus yang akhirnya menggenapi nubuatan bahwa Juru Selamat
akan dilahirkan di Betlehem. Kemudian, lancarnya transportasi
membuat perjalanan keluarga Yesus ke Mesir tidak sulit. Dan,
nantinya, situasi damai di Roma itu juga sangat mendukung lancarnya
pekabaran Injil ke seluruh dunia. Bukankah setting wilayah Roma
mewakili kebudayaan dari Eropa sampai Afrika (Mesir) dalam menyambut
kedatangan Yesus?
Dalam setting sosial tadi, ada satu kebudayaan yang dulu berkuasa
dan ditaklukkan Roma, yang juga memberikan sumbangsih dalam
mempersiapkan misi Allah. Kebudayaan itu adalah kebudayaan Yunani.
Walaupun secara pemerintahan yang berkuasa adalah Romawi, dunia
pemikiran yang terus berkembang saat itu adalah dunia pemikiran
Yunani yang penuh dengan filsafat dan menjadi pola pikir pada zaman
itu. Kebudayaan ini merasuk begitu kuat dan memberikan bahasa
universal yang bisa dipahami oleh berbagai orang. Ketika keluarga
Yesus pergi ke Mesir, suasana yang global dan juga bahasa Yunani
yang telah menjadi seperti bahasa internasional tentu ikut menolong
kelancaran informasi. Paling tidak, jika mereka tidak bisa
berbahasa Yunani, ada jalur komunikasi bersama yang diciptakan oleh
kebudayaan Yunani tersebut. Pada gilirannya nanti, rasionalitas
Yunani memberikan persiapan, sehingga orang bisa menerima
pengetahuan kebenaran dalam Injil.
Allah kita hebat, bukan? Semua telah disiapkan-Nya dengan saksama--
dari setting sosial sampai pemikiran manusia--agar misi-Nya
menyelamatkan dunia terlaksana dengan sempurna.
Namun, Allah juga menyiapkan Yesus sebagai Pribadi yang independen
dan memiliki integritas sendiri. Dia tidak berasal dari kedua
kebudayaan besar itu, tetapi berasal dari satu kebudayaan kecil yang
independen dan mandiri, yaitu kebudayaan Yahudi. Tuhan memang
memakai berbagai kebudayaan untuk memperlancar misi-Nya, tetapi
jelas, Tuhan memiliki otoritas tersendiri dan tidak mengikuti
filsafat manusia. Berbagai hal duniawi dipakai, tetapi kepercayaan
yang benar akan adanya Tuhan haruslah merupakan kebenaran yang
langsung berasal dari Tuhan. Bangsa Yahudi sebagai umat pilihan
Tuhan memiliki hal itu. Melalui merekalah Tuhan berbicara dalam
sejarah manusia. Melalui merekalah kita mengenal Tuhan. Yesus lahir
dari kebudayaan di mana Tuhan menyatakan kebenarannya secara khusus.
Jadi, jelas Yesus tidak berasal dari dunia ini, dan itu tersirat
dari asal-usulnya--orang Yahudi. Hal ini juga merupakan penggenapan
janji Tuhan kepada Abraham dan berbagai nubuat yang diterima para
nabi.
Sampai di sini kita melihat, berbagai kebudayaan telah dipakai Tuhan
dalam rencana-Nya. Yesus dihadirkan dalam lingkup kebangsaan dan
kebudayaan yang amat luas. Nah, di mana letak Asia dalam kisah ini?
Setting dan pemikiran yang melingkupi dunia kelahiran Yesus tidak
menyebut peran Asia secara jelas. Secara geogafis, kampung halaman
Yesus memang terletak di Asia, tetapi bagaimana kebudayaan Asia
menyambut Dia?
Rupanya orang majus yang berasal dari Babel dan mewakili pemikiran
orang Timur menjadi penanda istimewa bahwa Yesus juga hadir bagi
orang Asia dengan segala pemikirannya--begitu interpretasi temanku.
Alkitab memang hanya menyebut orang majus dari Timur. Menurut
ensiklopedi, orang majus berasal dari Babel dan merupakan ahli-ahli
astrologi yang sangat besar kemungkinannya berhubungan erat dengan
kepercayaan Zoroaster yang merupakan satu kepercayaan besar di Asia
pada masa itu. Luasnya pengaruh kepercayaan tersebut memperlihatkan
bahwa kebudayaan Asia terwakili dengan kehadiran orang majus dalam
kisah kelahiran Yesus. Bukankah orang majus tadi bertanya "Di
manakah Dia, Raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami
telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah
Dia." Pertanyaan tersebut menyiratkan, mereka memunyai pengetahuan
akan datangnya Juru Selamat ke dunia ini. Jadi, rupanya Allah telah
memberikan informasi kedatangan Sang Juru Selamat kepada seluruh
peradaban di dunia ini.
Seluruh umat manusia berada dalam lingkup peradaban-peradaban yang
telah kusebutkan tadi. Bahkan, temanku berani menyatakan bahwa benua
Amerika yang mungkin tidak disebut sama sekali dalam kisah Natal
juga terwakili. Berdasarkan penyelidikan temanku itu, ada bukti kuat
bahwa orang asli Amerika berasal dari Asia. Jadi, terbukti kan kalau
seluruh peradaban menyambut kedatangan Yesus? Bagi temanku tersebut,
penjelasan ini juga membuktikan bahwa nubuatan akan datangnya
"Keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala ular' dalam
Kejadian 3:15 sebenarnya sudah dimiliki oleh semua umat di dunia
ini. Hanya setelah peristiwa menara Babel, semua informasi itu
tercerai-berai dan menjadi tidak utuh lagi karena manusia kemudian
tercerai-berai juga ke seluruh penjuru dunia.
Garis besarnya, kekaisaran Romawi menyediakan berbagai sarana untuk
misi Tuhan di dunia, seperti transportasi dan komunikasi yang
membuat misi kedatangan Sang Juru selamat tergenapi serta memudahkan
penyebaran Injil. Sementara, pemikiran Yunani yang berkembang
menyiapkan suatu rasionalitas tersendiri bagi misi Tuhan ini.
Kemudian, kemandirian budaya Yahudi memberikan ciri tersendiri dan
identitas kuat bagi Yesus dan misi-Nya. Sementara, orang majus
mengokohkan bahwa Yesus datang untuk seluruh umat manusia di dunia
ini. Semua peradaban di dunia ini memberikan jalan bagi kehadiran
Yesus di dunia. Aku merinding saat mendengar penjelasan temanku.
Benar kata Alkitab bahwa kehadiran-Nya membawa kesukaan besar bagi
seluruh bangsa.
Diambil dari:
Judul Buku: My Favourite Christmas
Judul Artikel: Cerita Natal? Ah, Paling Juga Begitu Saja ....
Penulis: Tim Penulis Gloria Cyber Ministries
Penerbit: Penerbit Gloria Cyber Ministries, 2006
Halaman: 70 -- 83