Renungan Natal 2010 (Harun Rahadinata)

Imanuel adalah nama atau sebutan yang ditujukan kepada Tuhan Yesus, seperti yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya. Nama Imanuel hanya disebutkan sebanyak dua kali di Kitab Perjanjian Lama, yaitu Yesaya 7:14 dan Yesaya 8:8. Sedangkan dalam Perjanjian Baru hanya ada satu kali di Matius 1:23. Arti dari Imanuel adalah Allah beserta kita. Meskipun hanya disebutkan satu atau dua kali saja dalam Alkitab nama itu begitu penting dan hal inilah yang membedakan kekristenan dengan kepercayaan lain.

Ketika saya belum mengenal Tuhan Yesus di dalam hati, pernah ada perasaan ingin mendekat dengan Tuhan atau Allah dalam tanda kutip bukan di dalam nama Yesus. Sadar akan sesuatu yang maha tinggi, tetapi tidak mengetahui siapa yang kupercayai dan sepertinya hubungannya sangat jauh. Yang saya sadari adalah bahwa kalau saya berbuat yang jahat pasti saya akan dihukum oleh Tuhan dan jika saya berbuat baik maka saya akan mendapat pahala.

Ketika saya percaya Tuhan Yesus, maka saya merenungkan kembali ke belakang waktu saya belum Kristen dan setelah saya menjadi Kristen. Sebelumnya, ibadah saya kepada Tuhan hanya memperkuat ego atau kepentingan diri agar tidak dihukum dan selalu dapat berkat. Bukan berdasarkan kenal Dia dan benar-benar ingin beribadah kepada-Nya atas dasar hati yang tulus. Segala sudut pandang terhadap ibadah itu selalu dilihat dari segi luarnya saja. Kalau rajin sembahyang dan rajin memberi berarti ibadahnya benar. Setelah kenal Tuhan Yesus baru saya sadari bahwa ibadahku bukan bersifat antroprosentris (berpusat pada manusia) tetapi bersifat teosentris (berpusat pada Allah sendiri). Allahlah subjek dan bukan objek. Allahlah yang mencari saya, bukan saya yang mencari Allah. Bahkan Iman dan kebaikan yang ada pada diri saya pun berasal dari pada-Nya.

Di dalam nama Imanuel inilah tertera rahasia Allah, yang mana Allah mau hadir dan menyertai umat-Nya ketika umat Israel berada dalam perbudakan di Mesir. Saat raja Daud berperang melawan orang Filistin dan musuh-musuh lainnya serta berhasil mengokohkan kerajaan Israel pada waktu itu. Sekarang kerajaan Allah itu nyata setelah Allah menggenapi janji-janji-Nya dan menyelesaikan kehendak-Nya dalam peristiwa salib. Sehingga kita umat-Nya menjadi anak-anak-Nya, kita juga layak memanggil Allah dengan sebutan Bapa.

Nama Imanuel dalam peristiwa Natal memberi arti bahwa kelahiran-Nya kita rayakan dengan kesadaran bahwa Allah mau hadir dan berada di antara kita orang-orang berdosa yang sebenarnya tidak layak untuk datang kepada-Nya. Namun Ia sendiri rela mengosongkan diri-Nya bahkan merendahkan diri-Nya untuk setara dengan manusia. Ada tiga macam bentuk hubungan manusia:

  1. (saya) and it (something): relasi antara saya dengan benda. Kalau saya menyukai benda misalnya arloji. Saya cinta arloji, tetapi arloji sama sekali tidak bisa merespons cinta saya yang berpribadi dan berkarakter.
  2. (saya) and her/him (dia): relasi antara saya dan dia. Kalau saya menyukai dia misalnya pacar, namun si dia sama sekali tidak menyukai saya. Maka cintanya dari sepihak saja. Pernahkah kita bertanya dalam perenungan kita: kalau kita bicara dalam doa atau dalam pujian bahwa saya cinta Tuhan, apakah Tuhan juga sebenarnya mencintai saya? Atau hanya rayuan gombal saja yang kita ucapkan agar Dia memberikan berkat?
  3. I (saya) and thou (engkau): relasi antara saya dan engkau. Saat kita menjalin hubungan dengan pacar dan memasuki pernikahan, maka dalam pemberkatan nikah kita mengucapkan janji dan diteguhkan. Sehingga keduanya mengaku: "Aku mencintai engkau dan sebaliknya engkau mencintai saya untuk sehidup semati. Relasi antara saya dan engkau begitu dekat. Kekristenan adalah suatu hubungan yang dekat antara manusia dan Allah. Meskipun manusia kadang kala berinisiatif untuk mendekati Allah, tetapi manusia tidak mungkin bisa mendekati Allah karena Allah adalah yang Maha Kudus sedangkan kita orang berdosa. Hanya Allahlah yang sanggup mendekati manusia dan melalui peristiwa inkarnasi, Allah menjadi manusia beserta kita sekarang.