Pagi Natal yang Penuh Sukacita

Oleh: Mei Margowati

Bulan Desember adalah bulan yang spesial bagi saya. Banyak hal-hal yang menyenangkan dan yang indah untuk dikenang terjadi di bulan terakhir itu. Salah satunya adalah momen Natal. Sejak kecil saya selalu mengenang Natal sebagai saat yang menyenangkan. Karena saya selalu bersekolah di yayasan, liburan akan terasa panjang di bulan Desember. Saya juga akan disibukkan dengan perayaan Natal baik di sekolah, keluarga, maupun gereja. Selain itu, akan ada kado-kado Natal, lagu-lagu Natal, menu spesial Natal yang saya tunggu-tunggu, serta kebersamaan bersama keluarga dan teman-teman. Menginjak masa remaja dan pemuda, nilai-nilai itu mulai berubah. Saya menantikan Natal sebagai momen ucapan syukur atas kelahiran Sang Penebus.

Pada Natal 2006, setelah menyelesaikan katekisasi selama kurang lebih satu tahun, saya memantapkan diri untuk melakukan pengakuan iman atau sidhi. Suatu peristiwa yang penting bagi perjalanan kerohanian saya. Saya masih ingat pagi itu, 25 Desember 2006, saya masih mengantuk ketika ibu saya membangunkan saya karena malam sebelumnya, saya dan teman-teman pemuda remaja melakukan doa malam Natal yang sudah menjadi agenda rutin setiap tahun. Ibu mengajak saya ke salon langganan kami yang tidak jauh dari gereja. Saya dirias dan dipakaikan baju kebaya layaknya penjaga kado di pernikahan adat Jawa. Suatu tradisi tidak wajib yang biasa dilakukan jemaat wanita yang akan baptis dewasa atau sidhi.

Gereja saya pagi itu ramai sekali, penuh sesak dengan jemaat yang akan menghadiri ibadah Natal dan menyaksikan orang-orang terkasih menerima baptis. Pada periode baptisan itu, lumayan banyak teman-teman saya dan jemaat yang lain yang ikut baptis atau membaptiskan anak-anak mereka. Kakak laki-laki saya pun ikut dalam baptisan periode itu. Ibadah baptisan kala itu dilakukan dalam liturgi bahasa Indonesia. Pendeta saya saat itu mengingatkan kembali akan tugas panggilan kami sebagai warga jemaat dewasa yang memiliki tanggung jawab kepada Tuhan, negara, dan gereja. Pada akhir ibadah, setiap jemaat yang sudah melaksanakan baptis/sidhi masing-masing mendapatkan buku kidung bahasa Jawa. Sukacita Natal dan sukacita karena telah melakukan sidhi terpancar di wajah saya dan keluarga serta jemaat lain. Para jemaat dewasa lain pun menyambut kami dengan sukacita.

Saya mengucap syukur karena Tuhan senantiasa menjaga hidup saya dan memberkati saya hingga saya dilayakkan untuk menjadi warga negara surga. Akan tetapi, sidhi bukan akhir perjalanan rohani saya. Perjalanan rohani saya masih panjang. Saat ini pun saya masih berjuang agar tetap kuat dalam memegang iman saya walau banyak rintangan dan tantangan. Saya berharap dengan pertolongan Roh Kudus, kiranya saya tetap setia memikul salib, menyangkal diri, dan melakukan tugas pelayanan hingga akhir dan dapat berkata seperti Rasul Paulus, " Aku telah bertarung dalam pertarungan yang baik; aku telah mengakhiri pertandingan; aku telah memelihara iman" (2 Timotius 4:7, AYT)