Belajar dari Orang Majus


Baca: Matius 2:1-12

Kelahiran Mesias tampaknya bukan hanya dinantikan oleh bangsa Israel saja. Orang-orang majus pun tampaknya mengetahui nubuat para nabi mengenai kedatangan Mesias, dan karena itu mereka menantikan bila saatnya tiba. Pada waktu yang tepat dan dengan cara tersendiri, Tuhan memimpin para majus menemukan Mesias.

Dengan tekad kuat orang majus menempuh perjalanan lintas negara untuk mencari Raja yang baru lahir. Mereka mempercayakan diri pada pimpinan bintang (ayat 2, 10), tanpa tahu persis di manakah tempat Raja itu, siapa nama-Nya, dan seperti apa rupa-Nya. Maka ketika menemukan Sang Raja, hati mereka dipenuhi sukacita (ayat 10). Mereka juga memberikan persembahan bagi Dia (ayat 11). Ini berbeda dari apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang Kristen dewasa ini. Kecenderungan orang Kristen dewasa ini adalah meminta Tuhan untuk datang menghampiri, menolong, membuat mukjizat, dan menyatakan kuasa-Nya secara ajaib. Namun sering lupa memberikan respons dan persembahan yang terbaik.

Persembahan yang diberikan orang majus menunjukkan pengakuan mereka bahwa bayi Yesus adalah Raja. Bukan bahwa kelak Ia akan jadi Raja, tetapi Ia sudah terlahir sebagai Raja. Namun yang lebih penting dari persembahan adalah fakta bahwa mereka sujud menyembah Yesus (ayat 11). Itulah esensi dari sikap menyembah, yakni bukan hanya memberikan sesuatu, tetapi ada sikap merunduk, yang menyatakan kerendahan dan ketidaklayakan di hadapan yang disembah.

Penyembahan orang majus kepada Yesus termanifestasi melalui ketaatan pada pimpinan dari sorga (ayat 12). Mereka tahu siapa Raja sesungguhnya yang harus dihormati, karena itu mereka pulang mencari jalan lain dan tidak mau menjadi informan bagi Herodes. Kisah di hari Natal ini membuat kita harus merenung, adakah sikap, semangat, dan kesungguhan hati orang majus juga bergelora di hati kita?

Renungkan: Adakah komitmen baru untuk memberikan yang terbaik bagi Yesus sebagaimana Ia telah memberikan yang terbaik bagi kita?